Pelaku Kekerasan Seksual di Bawah Umur Perlu Diterapi
- Yasin Fadilah/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly mengatakan, penerapan hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual, yang masih di bawah umur, tetap dilakukan. Namun sesuai dengan sistem peradilan anak.
"Pelaku anak beda, tentu beda, ada undang-undang peradilan anak, tentu dibedakan. Pengadilan dan pendekatan hukumannya juga beda," kata Yasonna Laoly usai menghadiri acara deklarasi Indonesia ‘Melawan Kejahatan Seksual, Sahkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual’ di Rumah Kuliner, Komplek Metropol Megaria, Jalan Pegangsaan nomor 21, Jakarta Pusat, Kamis 12 Mei 2016.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga mengungkapkan, korban kekerasan seksual harus ada pendampingan untuk menghilangkan trauma.
Yasonna menjelaskan, bahwa tidak hanya korban yang memerlukan pendampingan. Pelaku yang masih dalam kategori di bawah umur juga harus dilakukan pendampingan secara psikologis. Selain itu, pelaku yang merupakan anak-anak perlu dilakukan pendampingan dengan terapi kejiwaan dan terapi medis.
Atas pertimbangan itu, Yasonna berpendapat penerapan hukuman kebiri terhadap pelaku yang masih di bawah umur tidak tepat diterapkan.
"Korban dan pelaku (anak-anak) perlu juga pendampingan. Bukan kebiri untuk anak-anak, tapi perlu terapi juga harus dibuat. Jadi supaya jangan menjadi persoalan."
(mus)