Ini Hasil Pertemuan Jokowi dengan S&P
- REUTERS/Francois Lenoir
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo bersama para jajaran Kabinet Kerja dan Gubernur Bank Indonesia hari ini, Selasa 10 Mei 2016, menerima kunjungan delegasi lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor (S&P) di Istana Merdeka.
Kunjungan S&P ke Indonesia pada tahun ini, merupakan kunjungan berkala yang dilakukan setiap tahunnya untuk melakukan review terhadap rating investment di dalam negeri, khususnya investasi dalam konteks portofolio.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai reformasi struktural di berbagai bidang. Baik itu pengelolaan ekonomi, keuangan negara, sampai dengan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
"Presiden menekankan bahwa fokusnya bagaimana mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, baik yang berasal dari budget financing, private sector, atau BUMN (Badan Usaha Milik Negara)," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Istana Negara, Jakarta.
Presiden juga melaporkan kepada S&P bahwa proyek yang selama ini mangkrak telah berhasil diselesaikan di era kepemimpinannya dalam waktu singkat. Contohnya, seperti pembangunan Waduk Jatigede dan Tol Trans Jawa.
"Bagaimana cara beliau memonitoring langsung ke lapangan untuk memastikan proyek berjalan tepat waktu, dan sesuai dengan ketentuan yang dibutuhkan," ujar Bambang.
Selain itu, Presiden juga memamerkan paket kebijakan yang sudah diluncurkan. Misalnya, seperti meningkatkan investasi melalui pemangkasan izin yang berbelit, sampai dengan pemberian insentif bagi para calon investor.
Bambang menjelaskan, Indonesia sebagai negara berkembang akan tetap berkomitmen untuk melakukan reformasi struktural yang saat ini terus dilakukan, demi menggairahkan perekonomian nasional secara menyeluruh.
"Itu sudah sangat diapresiasi oleh S&P. Secara umum, itulah yang dibahas Presiden dengan S&P," kata Bambang.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menyampaikan, Presiden juga menekankan bahwa posisi perekonomian Indonesia harus bisa berdaya saing. Artinya, era keterbukaan dan kompetisi akan tetap diantisipasi oleh pemerintah.
"Kami juga ingin mempertajam persaingan. Misalnya mengenai perjanjian perdagangan, posisi dagang kita, ekspor dan impor, neraca dagang, cadangan devisa di BI (Bank Indonesia), dan posisi transaksi berjalan," tutur dia.
Sebagai informasi, sampai saat ini baru Fitch Rating dan Moddy's yang memberikan rating layak investasi (investment grade) kepada Indonesia. Sementara itu, S&P, pada tahun lalu baru meningkatkan level investment grade dari BB+ stable outlook, menjadi BB+ positive outlook. (asp)