Tarif Tebusan Tax Amnesty RI Dinilai Terlalu Rendah
- U-Report
VIVA.co.id – Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, menilai bahwa tarif tebusan pengampunan pajak atau tax amnesty, yang direncanakan oleh pemerintah, terlalu rendah. Dia menyebutkan banyak negara lain bahkan menerapkan batas minimal tarif tebusan bagi amnesty mencapai 5-10 persen.
"Tarif di luar negeri yang menerapkan amnesty tidak kecil. Dan Indonesia kalau sampai jadi 1-2 persen tarifnya ini sangat merugikan," kata Yustinus dalam acara diskusi bersama Institute for Development of Economics and Finance, di Jakarta Pusat, Senin 9 Mei 2016.
Ia menjelaskan, perlu ada tarif yang bervariasi seperti sektor repatriasi, non repatriasi, dan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM). Khususnya repatriasi, tarif ini memang perlu dinaikkan mengingat tidak adanya jaminan dari negara mengenai besaran repatriasi, yang akan diperoleh oleh pemerintah. Sehingga negara tidak mengalami kerugian.
"Kalo tarif 1-2 tidak mungkin untung negara, malah negara mengalami kerugian. Saya kira jalan keluarnya adalah pemerintah membuat tarif yang bervariasi. Repatriasi bisa empat sampai enam persen, dan non repatriasi delapan sampai 12 persen. Saya kira UMKM dua persen pas," tutur Yustinus.
Lebih lanjut ia menegaskan kenaikan tarif harus ditingkatkan untuk menambah penerimaan negara.
"Sebaiknya dinaikkan supaya negara mendapat penerimaan pajak lebih besar. Kita tawarkan karena memberi ruang, selain itu tarif murah UMKM,” kata Yustinus.
(ren)