2 Kebijakan Belum Terealisasi Pengaruhi Persepsi Investor
- ANTARA/M Agung Rajasa
VIVA.co.id – Upaya Presiden Joko Widodo untuk kembali menggairahkan perekonomian nasional telah ditelurkan dalam 12 paket kebijakan ekonomi yang berisi mengenai kemudahan berusaha pada berbagai sektor.
Namun, hingga kini, beberapa stimulus yang dirangkum dalam paket tersebut, nyatanya masih ada yang belum terealisasikan.
Sebut saja, pemberian diskon 30 persen bagi pemakaian listrik tengah malam sampai payung hukum penurunan harga gas bagi industri, yang tak kunjung rampung.
Padahal, kedua insentif tersebut terangkum dalam Paket Kebijakan III yang diluncurkan pada Oktober 2015.
Kala berbincang dengan VIVA.co.id, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, belum terimplementasinya dua kebijakan tersebut jelas akan memengaruhi persepsi investor terhadap perekonomian nasional.
Menurutnya citra pemerintah di mata dunia pun bisa menjadi buruk. “Sebaiknya memang tidak mengumbar janji (over promise), karena paket kebijakan diumumkan ke seluruh dunia. Investor menganggap semacam menjual janji. Mereka tidak akan percaya,” kata David, Sabtu 7 Mei 2016.
Padahal, lanjut dia, ke-12 paket stimulus itu sejauh ini sudah direspons positif oleh para investor. Sehingga, jangan sampai usaha reformasi struktural yang dilakukan pemerintah justru hanya umbar janji dan berujung pada ketidakpastian.
David menambahkan, evaluasi dari efektivitas paket-paket tersebut menjadi prioritas utama yang harus tetap dilakukan.
Koordinasi antarkementerian dan lembaga hingga para pemangku kepentingan terkait pun harus diselaraskan, agar masalah yang selama ini menghambat bisa diselesaikan.
“Perlu dipercepat koordinasi pemerintah dan pelaksana kebijakan. Jangan sampai image pemerintah buruk. Masalah beda pendapat, ya, secara garis besar memang harus mengikuti apa yang sudah dicanangkan pemerintah dong,” ungkap David.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengakui alasan belum terealisasikannya pemberian diskon tarif 30 persen bagi penggunaan listrik pada tengah malam sampai pagi, memang karena PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang enggan mengeksekusi kebijakan itu. (asp)