YLKI: Hak Buruh dan Konsumen Sering Terabaikan
- Antara/ Andika Wahyu
VIVA.co.id – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai hak buruh tak jauh berbeda dengan hak konsumen. Ironisnya, hak buruh dan konsumen sering dipinggirkan atau dimarginalisasikan oleh produsen atau pelaku usaha, terutama oleh pemilik modal besar.
"Ironisnya pemerintah lebih sering berpihak pada pemilik modal, daripada melindungi hak-hak buruh dan hak konsumen," ujar Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam pesan singkatnya, Sabtu 30 April 2016.
Memperingati hari buruh sedunia yang jatuh pada 1 Mei 2016, dan dalam konteks gerakan konsumen secara universal, lanjut Tulus, konsumen bisa bersinergi dengan buruh. Yaitu dengan cara tidak membeli atau mengonsumsi produk-produk baik barang dan jasa, yang dibuat dengan cara melanggar hak-hak buruh.
"Aksi boikot produk oleh konsumen, untuk menghukum produsen nakal, salah satunya yang melanggar hak-hak buruh, lazim dilakukan di negara-negara maju," kata dia.
Dalam konteks ini, menurut dia, konsumen seharusnya bukan hanya menuntut haknya sebagai konsumen, tetapi juga bertanggungjawab, bahwa barang atau jasa yang dikonsumsinya adalah barang yang tidak melanggar hak buruh, tidak melanggar hak asasi manusia, tidak mencemari lingkungan, bukan perusahaan pengemplang pajak, dan barang yang legal.
"Dengan kata lain, jika konsumen mengonsumsi barang atau jasa yang bermasalah tersebut, sama artinya konsumen mendukung pelanggaran-pelanggaran dimaksud. Konsumen yang cerdas, bukan semata konsumen yang getol menuntut haknya, tetapi juga menjadi konsumen yang bertanggungjawab," ujar dia.