Jusuf Kalla Ingatkan Asosiasi Pasar Uang Soal Krisis 1998
- ANTARA FOTO/OIC-ES2016/Wisnu Widiantoro/pras/par/16.
VIVA.co.id – Wakil Presiden, Jusuf Kalla, sedikit bercerita tentang pengalaman krisis Indonesia dalam kongres internasional Asosiasi Pasar Keuangan (The 55th ACI World Congress) Jakarta. Menurutnya, pertumbuhan suatu negara diukur dengan financial market, seperti indeks harga saham gabungan, kurs rupiah, serta bunga kredit.
Pada kesempatan tersebut, Jusuf Kalla menyinggung kejadian krisis tahun 1997 sampai 1998. Dia menilai, masa itu adalah krisis terbesar yang dialami Indonesia. Ketika itu, RI mengalami pertumbuhan minus 15 persen dan inflasi mencapai 70 persen.
"Indonesia juga pernah mengalami berbagai krisis, krisis 1997-1998 adalah krisis yang tebesar yang dialami negeri ini, terjadi pertumbuhan -15 persen, inflasi 60 sampai 70 persen, rupiah meningkat berkali-kali, saham jatuh meski waktu itu pasar modal tidak sebesar sekarang," kata Jusuf Kalla, di Ritz Calton Jakarta, Jumat, 29 April 2016.
Jusuf Kalla menyebut, krisis 1998 diakibatkan karena beberapa hal. Di samping saat itu tengah terjadi krisis di kawasan Asia, salah satunya lantaran tidak hati-hatinya Indonesia dalam mengelola sistem keuangan. "Di samping krisis Asia," ucapnya.
Selain krisis 1998, Jusuf Kalla juga menyinggung krisis tahun 2008. Menurutnya, pada krisis saat itu terjadi lantaran terlalu liberalnya perbankan di Indonesia.
"Sektor perbankan sangat liberal sangat mudah membuat bank di Indonesia dalam waktu beberapa bulan saja berdiri 200an bank di Indonesia, persaingan yang tidak sehat dalam ekonomi yang masih terbatas menyebabkan terjadinya masalah-masalah di sistem perbankan," katanya.
Jusuf Kalla berharap, Indonesia mau bercermin pada masa krisis tersebut dengan meningkatkan sikap kehati-hatian dalam mengelola sistem keuangan.