Ini yang Dibahas di Panja Tax Amnesty
- U-Report
VIVA.co.id – Pembahasan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (RUU Tax Amnesty) akhirnya disepakati akan dibahas lebih komprehensif dalam Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk antara parlemen dan pemerintah. Masing-masing perwakilan, rencananya akan membedah pasal-pasal yang sudah tercantum dalam RUU tersebut.
Anggota Komisi XI Fraksi Partai Gerindra, Soepriyatno mengungkapkan, tarif bagi para pemohon tax amnesty yang beberapa waktu lalu sempat dikritisi karena terlalu rendah, dipastikan akan menjadi bahan perbincangan utama.
Panja, kata dia, akan lebih realistis dalam memberikan penyesuaian tarif tax amnesty.
“Jangan sampai negara rugi, karena kebijakan ini. Tapi tetap, mesti diingat tujuan dari kebijakan ini repatriasi,” ujar Soepriyatno, saat ditemui di gedung parlemen, Jakarta, Kamis malam, 28 April 2016.
Dalam perubahan terakhir draf RUU tax amnesty yang diterima oleh VIVA.co.id, tarif uang tebusan yang harus dibayarkan ke negara tercantum pada pasal 3 ayat 1. Bagi peserta tax amnesty pada bulan pertama sampai akhir bulan ketiga sejak ketentuan ini diundangkan, maka akan dikenakan tarif tebusan sebesar dua persen.
Sementara itu, untuk bulan keempat sampai akhir bulan keenam, akan diberlakukan tarif tebusan sebesar empat persen. Terakhir, yaitu bulan ketujuh sampai dengan akhir 2016, akan dikenakan tarif tebusan sebesar enam persen bagi para peserta tax amnesty sejak peraturan tersebut diundangkan.
***
Tak hanya itu, dalam pasal 3 ayat 2, pemerintah pun memberikan tawaran yang sangat menggiurkan bagi para peserta tax amnesty yang ingin menempatkan dananya di Indonesia (repatriasi). Meski begitu, dana tersebut harus dimasukkan ke dalam instrumen keuangan domestik dan harus diinvestasikan dalam jangka waktu tertentu.
Jika menyetujui persyaratan tersebut, para peserta tax amnesty hanya akan dikenakan tarif tebusan sebesar satu persen untuk bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga, dua persen untuk bulan keempat sampai dengan akhir bulan enam, dan tiga persen untuk bulan ketujuh sampai dengan akhir 2016 mendatang.
Selain persoalan tarif, Soepriyatno yang juga didaulat menjadi Pimpinan Panja RUU Tax Amnesty mengatakan, kepastian hukum bagi para peserta kebijakan tersebut pun akan lebih diperjelas dalam pembahasan.
“Itu ibarat orang yang sudah buka baju sama buka celana, harus benar-benar diyakinkan data itu bersifat rahasia. Kalau tidak ada kepastian hukum, tidak akan ada repatriasi,” ujarnya.
Dari sisi parlemen, lanjut dia, mengharapkan ada hasil repatriasi dari para miliarder yang selama ini menempatkan dananya di luar negeri sebesar Rp2.000 triliun. Jika Indonesia berhasil menggaet semua dana tersebut, dampak ke perekonomian dalam negeri pun akan lebih terasa.
“Sektor riil bisa berkembang dan bunga bank juga bisa turun. Makanya, kami akan buat ini setransparan mungkin dan terbuka agar semua bisa melihat,” tutur Soepriyatno. (asp)