Ini yang Buat Pengusaha Galau Ajukan Tax Amnesty
- Adri Prastowo
VIVA.co.id – Pembahasan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (RUUTax Amnesty) terus bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat. Meski sudah mulai menemui titik terang, namun tarif tebusan pengampunan pajak dianggap oleh beberapa kalangan masih terlalu rendah, dan berpotensi merugikan pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani menganggap, besaran tarif yang rencananya akan dikenakan pemerintah sudah cukup masuk akal dan menarik minat para pengusaha untuk mengajukan tax amnesty.
Jika besaran tarif itu diubah menjadi lebih tinggi, Haryadi mengaku khawatir kebijakan tersebut akan kehilangan daya tarik.
"Masalah uang tebusan itu jangan dikutak-katik. Jangan seperti mau tarik ulur, nanti jadi tidak menarik. Niat, atau tidak sih memberikan tax amnesty?” cetus Haryadi saat berbincang dengan VIVA.co.id, awal pekan ini.
Dalam perubahan terakhir draf RUU Tax Amnesty yang diterima oleh VIVA.co.id, tarif uang tebusan yang harus dibayarkan ke negara tercantum pada pasal 3 ayat 1. Yaitu, bagi peserta tax amnesty pada bulan pertama sampai akhir bulan ketiga sejak ketentuan ini diundangkan, maka akan dikenakan tarif tebusan sebesar dua persen.
Sementara itu, untuk bulan keempat sampai akhir bulan keenam, akan diberlakukan tarif tebusan sebesar empat persen. Terakhir, yaitu bulan ketujuh sampai dengan akhir 2016 akan dikenakan tarif tebusan sebesar enam persen bagi para peserta tax amnesty sejak peraturan tersebut diundangkan.
***
Tak hanya itu, dalam pasal 3 ayat 2, pemerintah pun memberikan tawaraan yang sangat menggiurkan bagi para peserta tax amnesty yang ingin menempatkan dananya di Indonesia (repatriasi). Meski begitu, dana tersebut harus dimasukkan ke dalam instrumen keuangan domestik dan harus diinvestasikan dalam jangka waktu tertentu.
Jika menyetujui persyaratan tersebut, para peserta tax amnesty hanya akan dikenakan tarif tebusan sebesar satu persen untuk bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga, dua persen untuk bulan keempat sampai dengan akhir bulan enam, dan tiga persen untuk bulan ketujuh sampai dengan akhir 2016 mendatang.
"Pertanyaan saya, sebenarnya itu negara butuh, atau tidak? Misalnya, uang repatriasi harus ditanamkan di instrumen keuangan. Ini menjadi tidak menarik," ucap dia.
Menurut Haryadi, pemerintah harus berpikir jauh lebih dalam sebelum mengubah tarif tebusan bagi para peserta tax amnesty. Sebab, jika kebijakan tersebut menyurutkan minat para calon peserta, rencana pemerintah untuk menggaet potensi dana besar yang selama ini diparkir di luar negeri pun bisa sirna.
"Coba pola berpikirnya jangan jangka pendek. Bagaimana bisa melihat dana ini untuk investasi di dalam negeri," tegas Haryadi.
Sebagai informasi, sebelumnya Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Anggito Abimanyu menilai bahwa tarif tebusan tax amnesty yang dicanangkan pemerintah masih terlalu rendah. Menurutnya, pemerintah tidak perlu ragu untuk mengenakkan tarif yang jauh lebih tinggi dibandingkan saat ini. (asp)