Begini Susahnya Alami Menstruasi di Luar Angkasa
- REUTERS/Stringer
VIVA.co.id – Sebagian besar kaum hawa merasakan tidak nyaman saat datang bulan. Perut terasa tidak enak dan kadang merasa lemas.
Nah, bagaimana jika pengalaman menstruasi tersebut terjadi di luar angkasa. Tak terbayangkan bagaimana kemungkinan rasa tidak nyamannya bagi astronaut perempuan jika datang bulan di ruang nol gravitasi tersebut.
Skema untuk mengatasi menstruasi di luar angkasa dibedah dalam artikel di jurnal Npj Microgravity dengan penulis ulasan yaitu Varsha Jain, peneliti tamu Centre of Human & Aerospace Physiological Sciences, London, Inggris dan Virginia Wotring, profesor pembantu di Center for Space Medicine at Baylor College of Medicine, Texas. Amerika Serikat.
Dikutip dari Space, Selasa 26 April 2016, menurut artikel di jurnal tersebut, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan para astronaut wanita. Untuk misi antariksa yang pendek, astronaut bisa mengatasi siklus datang bulan itu dengan mengonsumsi pil pengendali kelahiran. Tapi untuk misi antariksa jangka panjang, tulis jurnal tersebut, astronaut paling mungkin memilih melewatkan haid dalam waktu yang lama atau dikenal dengan menstrual suppression.
Jain dan Wotring mengatakan opsi menstrual suppression itu sudah banyak dilakukan oleh kaum hawa di Bumi. Dan opsi tersebut sudah diterima oleh beberapa dokter.
"Dengan banyaknya perempuan pergi ke antariksa, kita perlu memastikan mereka telah mendapatkan informasi yang paling baru," kata Jain.
Penulis mengatakan salah satu cara populer untuk melewatkan haid dalam waktu lama yaitu dengan mengonsumsi pil yang berisi kombinasi hormon estrogen dan progesteron. Kombinasi itu berfungsi menekan siklus haid. Metode ini, telah terbukti dan sudah lama dipakai dalam misi luar angkasa. Tapi tetap saja ada pertanyaan apakah cara ini punya efek samping.
Ada pendapat dengan memakai hormon dalam pil tersebut bisa berdampak pada kepadatan tulang. Belum lagi, di lingkungan antariksa sudah diketahui punya risiko kehilangan kepadatan tulang yang tergolong lebih cepat. Maka, metode ini dibilang akan menjadi problematik di masa depan.
Penulis mengatakan jika tetap mengonsumsi pil, paling tidak diperkirakan untuk misi yang berjalan selama tiga tahun, astronaut wanita butuh setidaknya 1.100 pil. Problemnya, konsumsi pil tersebut dalam waktu panjang belum teruji bagaimana kualitasnya.
Untuk itu, dibanding mengonsumsi pil, penulis menyarankan opsi lain yaitu long-acting reversible contraceptives (LARC), ini dianggap sebagai opsi terbaik.
Opsi kontrasepsi itu termasuk perangkat kontrasepti berbentuk huruf T, intrauterine devices (IUD) dan implan di bawah kulit. IUD dan implan di bawah kulit, dikatakan penulis, akan mengurangi sejumlah besar masalah stabilitas pil.
Saat ini ada dua jenis IUD yang tersedia. Satu jenis merilis sejumlah kecil hormon ke tubuh astronaut wanita sepanjang waktu. Fungsinya untuk menekan siklus haid. Jenis IUD yang kedua yaitu mencegah kehamilan dengan merilis ion tembaga, tapi jenis ini tak menekan siklus haid astronaut.
Sedangkan opsi implan bawah kulit bekerja sama seperti IUD yang melepaskan sejumlah kecil hormon dari waktu ke waktu. Tapi tak seperti IUD yang dimasukkan ke dalam rahim, implan ini dimasukkan di bawah kulit wanita yang umumnya di lengan atas.
Penulis mengatakan, astronaut wanita disarankan untuk memilih LARC, dengan ketentuan perangkat dimasukkan ke rahim setidaknya 1,5 sampai 2 tahun sebelum misi ke antariksa.