Ini Antisipasi Jokowi Bila RUU Tax Amnesty Tak Lolos di DPR
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Kemungkinan molornya pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amensty, atau pengampunan pajak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), membuat pemerintah menyiapkan langkah hukum lainnya.
Sebab, untuk menggenjot pembangunan, perlu tambahan dana yang cukup besar. Salah satu sumbernya, adalah melalui aturan di RUU Tax Amnesty. Namun, kini DPR masih akan mengundang banyak pihak untuk mendapatkan masukan, baru dirapatkan dengan pemerintah.
"Tetapi, pemerintah juga kalau tax amnesty ini tak kunjung selesai, pemerintah sudah menyiapkan beberapa alternatif lain. Bisa saja menerbitkan Perpres (Peraturan Presiden), PP (Peraturan Pemerintah), atau Permenkeu (Peraturan Menteri Keuangan)," jelas Kepala Staf Presiden Teten Masduki di kantornya, Kompleks Istana, Jakarta, Jumat 22 April 2016.
Apalagi, sumber dana yang akan masuk melalui tax amnesty ini juga sudah dimasukkan oleh pemerintah ke dalam draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P 2016), yang mulai dibahas sekitar Mei, atau Juni.
"Ya, sudah dimasukkan di situ, cuma saya lupa angkanya," katanya.
Selain itu, upaya yang lain yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah menjalin kerja sama dengan negara-negara yang sering digunakan untuk menyimpan uang.
Termasuk, kerja sama dengan Panama, tempat banyak uang pengusaha Indonesia yang tersimpah di sana, seperti dalam dokumen Panama Papers dan dikuatkan data oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Dengan begitu, uang-uang yang ada di negara-negara tersebut bisa ditarik masuk ke Indonesia.
"Tentu saja, ini perlu kerja sama dengan negara-negara tempat dana-dana disimpan. Nah, itu berarti melalui perjanjian kerja sama soal pajak, perbankan, dan lain sebagainya," jelas Teten.
Seperti diketahui, hingga saat ini, pembahasan RUU Tax Amnesty di DPR masih berlangsung. Komisi XI (keuangan), baru mulai membahasnya pada Senin 25 April 2016.
Menurut Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit, pihaknya masih harus meminta masukan dari berbagai pihak baik pakar hingga lembaga penegak hukum.
"Kami kan ingin melahirkan sebuah undang-undang yang tentunya baik, tidak juga dipandang sebuah UU yang dipaksakan. Karena itu, yang kita prioritaskan adalah pemahaman dari para anggota komisi XI terhadap UU ini," jelas Supit, di Kantor Wakil Presiden, Rabu 20 April 2016.
Selain itu, akan diundang sekitar 16 pakar, yang akan dimintai masukan terkait RUU ini. Kemudian, dari sisi ekonomi, Komisi XI DPR juga akan meminta masukan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Dari beragam masukan itu, kata Supit, nantinya pembahasan undang-undang ini dengan pemerintah bisa lebih berkualitas.
"Sehingga, semuanya clear. Kalau semua sudah clear, kita sudah bisa melihat bagaimana kesamaan kita, persepsi kita sama semuanya baru kita bahas (dengan pemerintah)," tutur Supit. (asp)