Ini Poin-poin yang Mengganjal Revisi UU Migas
- ANTV/Veros Afif
VIVA.co.id – Revisi Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 tahun 2001 masih terus menjadi perdebatan di DPR RI. Komisi VII DPR RI selaku mitra kerja pemerintah di bidang tersebut masih mengkompilasikan pandangan yang tepat dan akan dimasukkan dalam naskah akademik dan dibawa ke Badan Legislasi (Baleg).
Anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan, naskah akademik tersebut nantikan akan dirapatkan dalam badan musyawarah yang selanjutnya akan dibawa ke paripurna untuk disahkan perubahannya.
"Nanti dalam waktu enggak lama lagi ini akan dibawa ke baleg. Kalau sudah di paripurna, argo sudah berjalan. Di sana diputuskan draft UU atas inisiatif DPR dan ketua DPR akan kasih surat ke presiden untuk disahkan," kata Satya ditemui di Hotel Dharmawangsa, Rabu 20 April 2016.
Satya belum bisa memastikan revisi UU ini dapat disahkan tahun ini. Tergantung pembahasan dengan otoritas terkait nantinya.
"Sekarang kita tinggal tunggu kapan itu diparipurnakan. Kalau dibilang selesai akhir tahun ini? Kita belum tau. Tergantung kapan paripurna dijalankan. Karena begitu paripurna dijalankan, baru kita bisa bilang kapan selesainya," tutur Satya.
Satya Widya Yudha menguraikan bahwa ada beberapa poin yang menjadi perdebatan terkait revisi UU ini diantaranya:
1. Manajemen migas di hulu, seperti yang sudah dibahas sebelumnya yang terkait dengan badan seperti apa yang akan melakukan fungsi ini.
2. Jenis kontrak, dimana apakah akan dimodifikasi Profit Sharing Contract (PSC), atau seperti apa. Tapi kalau melihat dasar hukum, yang ada bukan kontrak tapi izin. Ini yang terjadi seperti di pertambangan yang berubah dari Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
3. Keistimewaan bagi perusahaan migas nasional (BUMN). Privilige seperti apa yang akan diterima oleh Pertamina. Apakah berbentuk Wilayah Kerja (WK) baru atas kontrak yang hangus, lalu fee berapa persen yang akan ditetapkan. Mengingat, BUMN memang butuh mendapat porsi lebih untuk mengamankan revenue.
4. Keistimewaan untuk pemerintah
5. Kesehatan, keamanan, keramahan lingkungan (K3)
6. Petroleum fund yang menjadi wewenang darui menteri keuangan. Dengan adanya dana ini, terlihat ada dedikasi untuk mengalokasikan anggaran untuk hal yang lebih produktif. Indonesia dinilai membutuhkan petroleum fund.
7. Di sektor hilir, Indonesia dinilai kekurangan storage (Pasokan), dan Indonesia masih kekurangan manajemen yang mengurusi masalah hilir. Indonesia dinilai butuh strategi untuk domestic market obligation.
"Kita kekurangan kemampuan untuk menyimpan produk BBM kita. Soalnya apa yang ada saat ini hanya oleh Pertamina saja. Sebatas untuk memenuhi kebutuhan bisnis Pertamina, belum untuk menyiapkan cadangan strategis, untuk masyarakat," tambah Satya.