Mengangkat Kembali Kisah Rama-Shinta Lewat Opera Jawa
- VIVA.co.id/ Rintan Puspitasari
VIVA.co.id – Kisah cinta Rama Shinta sangat termasyhur tidak hanya di cerita pewayangan, ataupun drama, bahkan dalam tari kecak, mengangkat kisah cinta mereka pun mampu membuai penonton yang melihat pertunjukan. Bukan hanya dari kalangan lokal, namun juga wisatawan asing.
Kalau biasanya pertunjukan sendratari, apalagi yang mengangkat kisah Rama Shinta, selalu dikaitkan dengan pertunjukan sendratari Ramayana di Prambanan, Yogyakarta, Namun tidak demikian dengan pertunjukan yang satu ini, dia justru ingin melawan stigma tersebut.
"Sebagai alumnus sendratari Ramayana Prambanan, justru itu yang ingin dihindari, agar tidak terseret dengan apa yang kita alami di Prambanan. Ini menjadi tantangan bagi saya dan Maruti, untuk tidak seperti itu, menghindar dari stigma sendratari seperti itu,"ujar Sulistyo Tirto Kusumo, dalam acara jumpa media Pagelaran Opera Jawa Kidung Dandaka, di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, 15 April 2016.
Pertunjukan tari berkonsep Opera Jawa Klasik "Kidung Dandaka" terinspirasi dari cerita Ramayana, yang disadur dari buku Anak Bajang Menggiring Angin, karya Romo Sindhunata.
"Kidung Dandaka diangkat dari epos Ramayana, tapi tidak mengutamakan alur, melainkan lebih ke inti cerita Ramayana. Romo Shindu sangat fasih memberi kata-kata yang bagus, sempat ragu bisa tidak kalau ditarikan sebagus kata-kata atau puisi beliau," kata Retno Maruti, maestro tari Jawa klasik dari pemilik sanggar Padneçwara
Cerita Kidung Dandaka yang digelar sekaligus untuk merayakan 40 tahun Padneçwara, dikemas sedemikian apik, dan tidak akan membosankan. Dengan durasi sekitar 90 menit, penonton akan disajikan keindahan tarian, musik tradisional Jawa yang pastinya sangat memanjakan telinga, mata, dan juga hati penonton.
Kisah Opera Jawa Klasik berawal dari kesalahan yang dilakukan oleh Raja Ayodya, Dasarata yang membuat kesalahan saat dengan tidak sengaja anak panahnya mengenai anak seorang pertapa, padahal anak ini menghidupi kedua orangtuanya yang juga seorang pertapa, namun tidak bisa melihat.
Anak tersebut kemudian mengeluarkan kutukan pada Dasarata, yang intinya dia akan mengalami pedihnya dipisahkan dengan anaknya. Singkat cerita, Rama diusir ke hutan, dan harus mengaami penderitaan dan cobaan setelah memenangkan sayembara Mantili.
Pertunjukan yang melibatkan 12 orang penari pria, 12 orang penari wanita, dan 12 orang pengrawit, akan menunjukkan konflik yang timbul dalam kehidupan, bagaimana seorang Sinta rela terjun ke dalam api, untuk menunjukkan betapa bakti dan cintanya terhadap satria Ayodya yang dimuliakannya.
Pertunjukan ini diharapkan mampu menarik minat generasi muda, karena dikemas lebih apik, menyederhanakan penyampaian, sehingga generasi muda dan siapapun itu bisa lebih peduli dan mau menjaga warisan budaya bangsa.
"Generasi muda sekarang agak kurang berminat di seni tari tradisional. Ada seni tradisional yang bisa menarik generasi muda, kami berharap apa yang kami wujudkan ini bisa diterima generasi masa kini,"Â kata Andang W.Gunawan, Produser eksekutif dari Abisatya Sarasati.
"Pesan akan lebih mudah sampai, daripada dengan dialog, kalau dengan tembang itu lebih mengena di hati. Selain itu juga ada penolong sebuah buku dengan terjemahannya," ujar Maruti.
Untuk tiket pertunjukan yang akan digelar di Gedung Kesenian Jakarta tanggal 22-23 April 2016, pukul 19.00 ini bisa dilihat dan dibeli melalui www.ibudibjo.com atau menghubungi nomor 0818 0685 8883 (Ieltje).
Untuk harga tiket pertunjukan Opera Jawa Klasik karya Retno Maruti dan Sulistyo Tirtokusumo ini, dijual mulai dari Rp 250 ribu untuk kelas silver, hingga Rp 1 juta untuk kelas VIP.