Merger XL-Axis Inspirasi Efisiensi Industri
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id – Kisah sukses bergabungnya XL-Axis menjadi satu perusahaan dinilai akan menjadi kisah inspiratif bagi industri telekomunikasi. Terlebih saat ini, pemerintah tengah gencar-gencarnya mengkampanyekan efisiensi industri, berupa jumlah operator seluler semakin sedikit.
Presiden Direktur XL, Dian Siswarini, berharap kisah sukses merger XL-Axis pada 2014 bisa dijadikan contoh dan inspirasi bagi perusahaan penyedia telekomunikasi untuk saling berkonsolidasi dan melebur dalam satu nama perusahaan.
"Kalau menurut saya sih seharusnya iya (jadi inspirasi). Karena itu bisa mendukung ide pemerintah untuk (mendorong) melakukan konsolidasi lebih banyak lagi (merger atau akuisisi) di Industri ini," ujar Dian ditemui awak media usai menghadiri peluncuran buku ‘Sukses Merger XL-Axis’ di Auditorium Gedung B PPM Manajemen, Jakarta, Kamis 14 April 2016.
Dian menirukan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara yang selalu mengingatkan soal konsolidasi dan efisiensi industri telekomunikasi. Menurutnya, apabila saat ini ada yang mengikuti langkah XL-Axis pada dua tahun lalu, ia merasa senang.
"(Apabila) ada yang mau berkonsolidasi, wah itu senang banget," ungkap perempuan berkacamata yang sudah mengabdi di XL selama belasan tahun tersebut.
Diberitakan sebelum, keberhasilan XL mencaplok Axis pada tahun 2014 dinilai langkah berani yang diambil oleh sebuah operator seluler dalam industri telekomunikasi. Sebab, saat itu belum ada yang melakukannya, terlebih hasil riset menunjukkan bahwa 70 persen upaya merger dan akuisisi selalu berakhir gagal.
"Penyebab gagalnya beragam, mulai dari kekeliruan menetapkan target akuisisi, salah valuasi, 'kekalahan' negosiasi, dan yang paling sering terjadi adalah kegagalan mengintegrasikan bisnis yang diakuisi. Karena besarnya risiko itulah, merger dan akuisisi tidak populer bagi banyak perusahaan Indonesia," ujar pakar Manajemen Strategi PPM Manajemen, Ninky Sasanti Munir di Jakarta, Kamis 14 April 2016.
Namun, akhirnya XL berani mengambil keputusan untuk membeli Axis dengan mahar sebesar US$865. Proses tersebut pun dibukukan secara apik lewat buku tersebut.
"Aksi korporasi yang XL lakukan dalam bentuk merger dan akuisisi adalah proses bisnis yang sebenarnya biasa. Namun, kemudian menjadi fenomena karena proses konsolidasi dua perusahaan melebur jadi satu. Hal ini belum pernah dilakukan oleh operator telekomunikasi di Indonesia," kata Dian.
Dalam industri telekomunikasi Indonesia, akuisisi sebenarnya bukanlah fenomena asing. Sebelumnya, sudah banyak operator seluler lokal yang diakuisisi oleh perusahaan luar negeri, misalnya Singtel (Singapura) yang menguasai 35 persen saham di Telkomsel. Lalu, Ooredoo Asia PTE Ltd yang menguasai 65 persen saham Indosat.
Kemudian, tahun 2009, Axiata Group memborong 66 persen saham PT Excelcomindo Pratama yang didominasi oleh Rajawali group. Tinta emas industri telekomunikasi tercurah, saat XL Axiata resmi mengakuisisi Axis pada tanggal 19 Maret 2014, yang sebelumnya pemegang saham Axis dikuasai Saudi Telecom Company (STC).
Buku ‘Sukses Merger XL-Axis’ terbagi dalam 11 Bab, yang mana setiap babnya menggambarkan proses beruntun, mulai dari penetapan target, uji kelayakan, negosiasi, pencapaian persetujuan, lalu perencanaan, pelaksanaan integrasi, sampai akhir tahap evaluasi dalam menyelaraskan integrasi. Semua terangkum pada buku setebal 192 halaman.