Pejabat Tersandung Panama Papers Didesak Mundur

Ilustrasi uang rupiah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Bocornya dokumen sebuah perusahaan firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, nyatanya tak hanya menyeret nama para miliarder Indonesia. 

Nama Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar, pun ikut tercantum dalam dokumen yang dikenal sebagai Panama Papers.
 
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto, meminta siapa pun para pejabat negara yang disebutkan dalam dokumen tersebut, agar mampu memberikan klarifikasi yang membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah.
 
Jika tidak memberikan klarifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan, jalan terbaik adalah mundur sebagai pejabat negara. 
 
Menurut Yenny, langkah tersebut menjadi sangat bijak, sekaligus mampu memperbaiki citra pejabat yang makin tidak dipercayai publik.
 
Ketua BPK Harry Azhar Diminta ICW Mundur
“Transparansi pejabat itu perlu dan sebuah keharusan. Karena, ini bicara soal integritas,” ujar Yenny, saat ditemui di Jakarta, Kamis, 13 April 2016.
 
Ahok Singgung soal Nama Sandiaga Uno di Panama Papers
Yenny menjelaskan, sampai saat ini para pejabat negara belum mampu transparan dalam melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 
 
Miliki Perusahaan di Luar Negeri, Belum Tentu Hindari Pajak
Hal ini tercermin dari data laporan hasil kekayaan pejabat negara (LHKPN) yang masih terbilang rendah per Maret 2016.
 
Dari total 200 ribu penyelenggara negara, setidaknya hanya 90 ribu pejabat yang melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Artinya, nama pejabat negara yang berada dalam dokumen Panama Papers tersebut, patut dipertanyakan keabsahannya.
 
“Poinnya, pejabat negara harus mampu mengklarifikasi dan membuktikan mereka tidak terlibat dan tidak hanya sekadar membantah,” tegas dia.
 
Karena itu, dia berharap, pemerintah bisa membangun sistem administrasi LHKPN yang optimal. Menurut dia, sampai saat ini sistem tersebut masih konvensional, dan hanya formalitas administrasi belaka. Perlu adanya aspek kewajiban dalam perombakan sistem itu.
 
“LHKPN hanya dijadikan syarat formalitas. Ini cacat integritas,” tegasnya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya