Kenali Faktor Penting Mengenali Bakat dan Minat Anak
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Menemukan potensi, minat serta bakat anak bukan perkara mudah bagi orangtua. Orangtua seringkali memaksakan keinginannya atau bahkan impiannya yang tidak sempat bisa terwujud pada anaknya. Padahal belum tentu anak senang dengan hal tersebut.
Belum lagi faktor kemajuan teknologi, di mana saat ini anak cenderung sibuk dengan gadgetnya, sehingga mereka tidak bisa dengan bebas mengeksplore minat dan bakat yang ada dalam diri. Di sinilah pentingnya peran orangtua untuk mengenali bakat anak.
"Penting untuk meningkatkan kepedulian orangtua dalam mengenali dan mengembangkan potensi dan minat setiap anak sejak dini," ujar Achyut Kasireddy, Presiden Direktur Fonterra Brands Indonesia. Dia berbicara dalam acara Anchor Boneeto Bantu Orangtua Temukan dan Gali Minat dan Bakat Alami Anak, di ICE Palace, Kuningan, Jakarta Selatan, 13 April 2016.
Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi minat, bakat, potensi dan prestasi anak. DR.dr.Soedjatmiko,SpA(K),Msi, Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang mengatakan hal tersebut.
"Ada dua faktor utama yang mempengaruhi minat, bakat, potensi dan prestasi pada anak. Faktor internal seperti genetik, fisiologis, psikologis, dan faktor eksternal seperti contoh dari lingkungan sekitar, seperti ibu, ayah, pengasuh, guru, kemudian stimulasi pembelajaran, gadget, internet, televisi."
Dalam konteks kemampuan internal faktor genetik memang sulit untuk diubah, namun bukan berarti tidak bisa diperbaiki. "Sedangkan untuk Fisiologis, yang berpengaruh adalah asupan gizi, waktu tidur, serta penyakit," tambahnya.
Dari sisi psikologis, anak usia 7 hingga 12 tahun disebut sebagai usia transformasi. Mereka masih suka mengeksplore dan mencoba semua kemampuannya.
"Usia 7 hingga 12 tahun, biasanya disebut sebagai usia transformasi. Usia dimana anak kecil beranjak remaja, mereka dalam usia dimana sedang ingin mencoba, mengeksplorasi semua kemampuan yang ada dalam dirinya," jelas Dr.Lucia RM Royanto MSi, MSpEd, Psikolog pendidikan.
Namun tahap ini seringkali terhalang oleh pola asuh tradisional, kekhawatiran orangtua, sehingga mereka hanya berfokus pada pencapaian akademis. "Hal ini tentu saja akan membatasi keinginan dan kebutuhan anak untuk bereksplorasi, sehingga membatasi perkembangan fisik mereka," jelas dokter yang biasa dipanggil Lusi ini.
"Padahal kemampuan anak untuk berkembang akan membawa mereka ke berbagai pengalaman, sebagai dasar yang kuat untuk menggapai minat dan bakat mereka di masa depan. Dengan membatasi anak untuk berkembang, itu sama saja dengan menutup pintu gerbang bagi anak untuk bisa lebih jauh meng-explore diri," kata Lusi. (ren)