Panama Papers, DPR Didesak Segera Bahas RUU Tax Amnesty
Kamis, 7 April 2016 - 10:11 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Mencuatnya ribuan nama warga negara Indonesia (WNI) dalam Panama Papers, yakni dokumen yang berisikan data orang-orang dan perusahaan yang menggunakan jasa firma hukum Mossack Fonseca di Panama dalam praktek pengelolaan uang, diharapkan akan mendorong DPR-RI untuk segera melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung, bahkan menyampaikan harapan pemerintah agar pembahasan RUU Tax Amnesty di DPR itu dapat segera dilakukan pada masa sidang saat ini. Dengan demikian, diharapkan pembahasan itu bisa selesai paling lambat Juni.
“Tentunya pemerintah berharap agar DPR perlu segera diputuskan, terutama dalam perspektif pemerintah bila dikaitkan dengan skandal Panama Papers. Apakah akan selesai dalam masa persidangan ini, tapi paling lama selesai dalam masa persidangan berikutnya, karena harapannya pada bulan Juni itu sudah selesai,” kata Pramono, dikutip pada laman Sekretariat Kabinet, Kamis, 7 April 2016.
Skandal Panama Papers
Terkait nama-nama WNI yang tercantum dalam Panama Papers, Pramono mengaku sudah mengkonfirmasi kepada beberapa nama, dan mereka mengakui itu memang ada.
“Minimal mereka pernah beraktifitas di sana,” ujar Pramono.
Namun, dibandingkan dengan data Panama Papers yang sudah ada sejak dua tahun lalu itu, Pramono mengklaim, pemerintah memiliki data yang lebih lengkap.
Hal tersebut, ungkapnya, yang menjadi alasan Menteri Keuangan secara terbuka pernah menyampaikan bahwa tax amnesty ini diperlukan, agar anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak mengalami defisit yang terlalu besar.
“Kalau data di Panama Papers kan hanya list orang, kalau data yang dimiliki pemerintah itu sudah list orang. Transfer uangnya ke mana, kapan dilakukan, siapa yang melakukan, kami sudah punya,” ungkapnya.
Validasi
Menurut Pramono, yang paling penting terkait dengan mencuatnya nama-nama ribuan WNI dalam Panama Paper itu adalah validasi, apakah data itu benar atau salah, ada motif politik dunia atau tidak.
“Karenakan memang sekarang aja sudah ada Prime Minister yang mengundurkan diri. Ada juga negara-negara yang kemudian kebakaran jenggot, terutama di kalangan elit negara tertentu,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Pramono menjelaskan, pemerintah Indonesia melihat dalam perspektif yang positif, bahwa ada data dalam Panama Papers yang akan divalidasi. Apalagi, jika tax amnesty bisa dijalankan, sehingga dengan demikian menjadi klop.
Adapun terkait tax amnesty, dia menuturkan, dalam RUU Tax Amnesty itu diatur terutama terhadap tiga hal.
Pertama adalah uang bukan berasal dari human trafficking. Kedua, yang bukan berasal dari aktifitas terorisme, dan yang ketiga yang bukan berasal dari narkoba.
“Di luar itu, kenapa kemudian diberikan ruang untuk diberikan tax amnesty, nah data-data di Panama Papers membuktikanlah bahwa memang ada uang yang cukup besar di luar,” papar Pramono.
Dia menilai, tax amensty merupakan kesempatan untuk uang yang beredar di luar negeri itu bisa kembali dan bisa digunakan oleh pemerintah untuk membangun bangsa.
“Terutama infrastruktur yang menjadi andalan Presiden Joko Widodo. Dengan demikian, harapannya pada Juni mudah-mudahan bisa selesai,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan uang orang Indonesia yang selama ini terparkir di luar negeri jumlahnya cukup besar, sedikitnya bernilai Rp11.000 triliun.
Menurutnya, uang tersebut diharapkan bisa ditarik jika ada Undang-Undang Pengampunan Pajak.
“Kalau ditanya, berapa target uang orang Indonesia yang bisa ditarik, saya enggak bicara target. Tapi, saya bicara potensi. Potensinya lebih besar dari PDB (pertumbuhan domestik bruto). PDB kita sekarang Rp11.400 triliun. Dari perhitungan kasar kami, potensinya lebih besar dari PDB kita,” kata Bambang. (ase)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Terkait nama-nama WNI yang tercantum dalam Panama Papers, Pramono mengaku sudah mengkonfirmasi kepada beberapa nama, dan mereka mengakui itu memang ada.