Swasembada Pangan Terhambat Jika Masih Ada Mafia Pupuk

Anggota Komisi VI Abdul Wachid
Sumber :

VIVA.co.id – Anggota Komisi VI Abdul Wachid mengatakan, swasembada pangan adalah suatu keniscayaan jika masih adanya permasalahan yang berkaitan dengan pupuk bersubsidi. Dalam hal ini kaitannya dengan mafia pupuk.

Gerindra Dukung Maruarar Sirait Gelar Sayembara Rp8 Miliar untuk Tangkap Harun Masiku

"Pengalaman saya di lapangan, mafia pupuk ini bermain pada penyaluran distributor pada tingkat kabupaten. Selain itu, masih ada distributor bukan orang asli daerah tersebut, sehingga pada saat kelangkaan pupuk didaerah, mereka mengabaikan saja, hanya mencari keuntungan saja" kata politisi F-Gerindra tersebut pada saat kunjungan kerja Komisi VI, dan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PT Pupuk Indonesia di Hotel Gumaya, Semarang, Selasa 29 Maret 2016.

Ia menambahkan, amanat dari pupuk bersubsidi dimulai dari pabrikan sampai ke tangan petani itu harus diamankan. Harus tersebar secara merata ke para petani.

Unggul di Semua Wilayah, Koster Minta Maaf kepada Masyarakat Bali

"Saya juga mendapat keluhan, mengenai alokasi pupuk yang tidak adil. Para distributor yang asli putra daerah mendapatkan besaran pupuk yang kecil. Sedangkan distributor bukan orang daerah asli justru  mendapatkan alokasi pupuk lebih besar, bahkan orang itu tidak punya gudang. Ini perlu ada evaluasi,"  ujar politisi asal Dapil Jateng II itu.

Keluhan berikutnya, lanjut Wachid, distributor sekarang diaudit oleh BPK, tentunya ini akan mendapat kesulitan dan petani harus memiliki sawah dua hektar.  "Makanya saya pertanyakan, apakah pertanian dan perkebunan sama?, perlu dikaji ulang berlakunya peraturan tersebut," katanya.

Dasco: Pilkada Jakarta Kemungkinan Besar Dua Putaran

Menurut Direktur SDM PT Pupuk Indonesia, Achmad Tossin, mafia pupuk yang menyebabkan kelangkaan itu tidak ada. Kelangkaan pupuk diawali dari Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) terhadap pupuk bersubsidi yang menjadi usulan daerah pada tahun 2015 jumlahnya 13,18 juta ton.

Jumlah RDKK itu, lanjut dia, menggambarkan kebutuhan pupuk di seluruh Indonesia, baik pupuk urea maupun non urea. Yang menjadi masalah, pada saat dianggarkan sejumlah RDKK, alokasi pagu anggaran hanya mencukupi diangka 9,55 juta ton, dan memang kapasitas produksi belum mampu mencukupi.

"Sebetulnya dari sini saja, sudah bisa kita anggap hal ini menjadi akar permasalahan kenapa terjadi kelangkaan pupuk. Antara produksi dan permintaan petani ada selisih yang jauh," kata Tossin.

Untuk itu, ke depan akan dibangun pabrik baru, sehingga akan menambah produksi pupuk sekitar 3 juta ton, tentunya ini akan sangat membantu mengurangi besarnya selisih permintaan petani tadi.

 
"Saya sendiri berpendapat bahwa, apabila yang menyelenggarakan pupuk dari mulai produsen sampai pengecer formal , kalaupun ada yang melakukan praktek mafia itu, tentunya akan mudah terlihat dan mudah ditindak," ujarnya.

Hadir pula dalam pertemuan tersebut, Direksi PT Pertani, PT Shang Hyang Sri, Perum Bulog dan Direksi PT Petro Kimia Gresik (www.dpr.go.id)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya