Pemerintah Harus Hadir Atasi Masalah Pergulaan Nasional
VIVA.co.id – Pemerintah harus segera hadir dalam mengatasi masalah pergulaan nasional. Yakni dengan menetapkan harga gula yang mengacu pasar internasional atau memberikan instruksi kepada PT Perkebunan Nusantara dengan membeli hasil panen para petani tidak kurang dari harga Rp9000,00/kg.
"Permasalahan kurangnya produksi Gula Kristal Putih (GKP) Nasional tidak kunjung selesai, saya perhatikan dari tahun 2000 sampai tahun 2016 tidak ada kenaikan, apalagi kalau kita berbicara swasembada gula masih jauh dari harapan," kata Anggota Komisi VI Abdul Wachid bersama Tim Kunjungan Kerja Komisi VI DPR saat rapat kerja dengan PT Perkebunan Nusantara dan PT RNI di Hotel Gumaya, Semarang, Selasa 29 Maret 2016.
Menurut data yang dipaparkan PTPN, lanjut Wachid, produksi GKP Nasional pada tahun 2016 baru mencapai 2,78 juta/ton, sedangkan kebutuhan GKP Nasional 2,98 juta/ton, masih defisit 193 ribu/ton.
Ia menambahkan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab belum tercukupinya kebutuhan gula nasional. Antara lain, pemerintah mengeluarkan izin impor gula rafinasi yang terlalu banyak, hal ini mengakibatkan gula lokal kalah bersaing.
Faktor berikutnya, kata Wachid, kondisi cuaca pada tahun 2014 dan tahun 2015 mengalami kekeringan yang panjang, sehingga tanaman tebu banyak yang mati. "Saya akui memang cuaca juga menjadi faktor kendala, tapi seharusnya bisa diatasi, karena saat ini sudah zamannya teknologi. Jika ini menjadi penghambat, Komisi VI siap membantu," kata politisi F-Gerindra itu.
Selain itu, rendemen saat ini masih 7 persen, kalah jauh dengan Thailand, harga jualnya saja Rp6000. Jika dihitung memang lebih murah gula impor dibanding produksi sendiri. Karenanya pemerintah memberikan keleluasaan izin impor terhadap gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi VI, Eriko Sotarduga mengatakan, jika berkaca pada pertanian tebu di Australia, dengan peralatan yang tidak jauh beda dengan PTPN dan PT RNI, mereka mampu memproduksi 100 ton/hektar dengan rendemen 9-12 persen.
"Jadi sebenarnya kita juga bisa seperti Australia, kalau memang ada pada permasalahan dana, sekarang sudah banyak Bank BUMN yang bisa mencover hal itu. Atau jika pabriknya sudah tua, kalau perlu kita bangun yang baru," ujar politisi F-PDIP itu.
Dirut PTPN XI, Dolly P Pulunga membenarkan masalah anomali cuaca, jumlah tebu yang akan dikeloka kemungkinan akan turun sekitar 20-25 persen. Untuk mengatasi hal itu, pihaknya akan menggunakan teknologi mekanisasi speeding up kualitas, diharapakan off farm meningkat dengan target 1,5 jt ton.
Dirut PTPN III, Bagas Angkasa menjelaskan solusi permasalahan pergulaan nasional, menurutnya, perlu adanya perhitungan proyeksi kebutuhan gula nasional secara tepat (konsumsi langsung dan industri) bersama-sama antara Kementerian terkait (Perdagangan, Pertanian, dan BUMN).
Selain itu, perlu dibuat kartu petani tebu rakyat untuk memudahkan pengawasan dan peningkatan pelayanan terhadap petani tebu rakyat di wilayah kerja pablik gula.
"Kami juga mengharapkan pengawasan dan sanksi tegas terhadap produsen gula rafinasi, agar gula rafinasi tidak merembes langsung ke pasar, sehingga tidak menjatuhkan harga GKP," katanya.
Hadir dalam pertemuan tersebut, Direksi PTPN II, PTPN VII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XII, PTPN XIV, dan PT RNI. (www.dpr.go.id)