Ini Pemilik Transportasi Online

mobil super car Lamborghini saat peluncuran GrabCar di Senayan City, Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Industri transportasi online di Tanah Air, dalam dua tahun ini makin menjamur. Layanan transportasi berbasis internet ini kian bermunculan, berkembang dan dibutuhkan masyarakat, khususnya wilayah perkotaan.

Jarak Dekat Bayar Rp595 Ribu, Uber Minta Maaf ke Pelanggan
Transportasi online yang muncul mulai dari kendaraan roda dua, atau kerap disebut ojek, hingga kendaraan roda empat. Dari kendaraan roda dua, layanan transportasi online diawali oleh Gojek, kemudian menyusul GrabBike, BlueJek, dan ojek online lainnya.
 
Naik Uber dari Kasablanka ke Setiabudi, Bayarnya Rp595 Ribu!
Kemudian, pada kendaraan roda empat, konsumen mendapatkan beragam pilihan. Setelah di kota makin dipenuhi taksi, maka muncul layanan transportasi online seperti Uber, GrabCar yang makin memanjakan pengguna. 
 
Aksi Pengemudi Taksi Online Protes SIM Khusus
Tetapi, booming-nya transportasi online mendapat ujian. Pangkalnya adalah popularitas layanan transportasi berbasis internet ini makin menggerus layanan transportasi konvensional.
 
Seperti kemarin, Selasa, 22 Maret 2016, ribuan sopir taksi konvesional beserta kendaraannya berkumpul untuk menuntut operasional taksi berbasis aplikasi online, seperti Grab Car dan Uber dihentikan. 
 
Lalu, siapakah sosok di balik layar transportasi berbasis online? Berikut penjabarannya.
 
Grab
 
Tan Hooi Ling, remaja Malaysia tahun 1990-an, menjadi salah satu cofounding GrabTaxi, salah satu perusahaan start-up sukses di Asia Tenggara.
 
Dikutip pada laman Forbes, Tan Hooi memiliki kegemaran yang sama seperti remaja di belahan dunia lainnya. Dia penggila gadget dan selalu ingin tahu apa saja perkembangan gadget. Tak mengherankan, kini dia sukses mengembangkan GrabTaxi.
 
Saat ini, aplikasi GrabTaxi telah diunduh oleh lebih dari 9 juta perangkat mobile di 28 kota di enam negara, yakni Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Indonesia.
 
Berawal dari nol, kini aset yang dimiliki GrabTaxi mencapai US$700 juta. 
 
Pada usia 32 tahun, Tan Hooi bersama dengan temannya yang juga berasal dari Malaysia, Anthony Tan, mendirikan GrabTaxi pada 2012. Mereka berdua satu almamater dari Harvard Business School.
 
Tan Hooi mengungkapkan,  dia sangat cocok bekerja sama membesarkan GrabTaxi bersama Anthony Tan.
 
"Kami memiliki kekuatan untuk saling melengkapi, kami seperti yin dan yang. Anthony Tan adalah orang yang fokus pada pemasaran dan hubungan investor. Saya lebih ke operasional perusahaan. Saya selalu memastikan pekerja kami memproses pekerjaan dengan benar," paparnya.
 
Pertama kali diluncurkan, GrabTaxi bernama MyTeksi. Saat itu, Tan Hooi masih cuti dari pekerjaannya di McKinsey. Melihat peluang lebih start-up-nya lebih bagus, dia lalu memutuskan untuk resign dari McKinsey di Amerika Serikat dan kembali ke Malaysia membesarkan MyTeksi.
 
Dia lalu mengubah nama MyTeksi menjadi GrabTaxi dengan tiga bidang utama, yakni GrabHitch, layanan ride sharing (berbagi kendaraan) sosial yang terjangkau untuk pada komuter yang bisa menjadi solusi transportasi bagi masyarakat perkotaan.
 
GrabHitch dapat menjadi pilihan bagi para penumpang yang menginginkan layanan transportasi door-to-door dengan harga yang terjangkau. Pengemudi dapat berbagi kendaraan mereka, dengan para penumpang yang memiliki tujuan sama untuk menutup biaya perjalanan mereka.
 
Kemudian, pada akhir Januari 2016 lalu, Chief Executive Officer (CEO) Grab, Anthony Tan, mengumumkan pengubahan identitas GrabTaxi dengan Grab.
 
Perubahan identitas ini dilatarbelakangi beberapa alasan. Perusahaan asal Malaysia itu tidak hanya menyasar transportasi jenis mobil dengan pemesanan taksi melalui aplikasinya. Namun, sudah mengekspansi bisnisnya ke layanan lain.
 
"Kami pun menambah jasa transportasi baru di seluruh wilayah, baik dengan mobil ataupun sepeda motor, juga jasa pengiriman dan masih banyak lagi. Ide sederhana kami pun tumbuh menjadi sesuatu yang jauh lebih baik," ujar Anthony.
 
 
Uber
 
Pendiri Uber adalah duet Travis Kalanick dan Garret Camp. Dua anak muda ini sukses mengembangkan aplikasi yang menghubungkan penumpang dengan pemilik kendaraan untuk dijadikan taksi itu dan masuk ke dalam daftar miliarder yang dilansir Forbes.
 
Keduanya bertemu di sebuah konferensi teknologi di Paris. Garret kemudian mengungkapkan idenya untuk menciptakan layanan mobil mewah yang nyaman dan terjangkau bagi konsumen. Setahun kemudian, lahirlah Uber.
 
Uber muncul berdasarkan pengalaman Garret. Dia terkena macet padahal harus ke sebuah konferensi. Saat itu, ia pun tak mendapatkan mobil, padahal hal itu dinilai soal simpel, dan itu menjadi hal yang bodoh dan amat buruk. 
 
Akhirnya, dia membuat perangkat lunak untuk dirinya sendiri dan teman-temannya, yang memungkinkan untuk sekali pencet dalam suatu tombol, maka akan langsung mendapatkan mobil.
 
Saat ini, Uber beroperasi tidak hanya di San Fransisco, tetapi di lebih dari 250 kota di 50 negara. Satu-satunya perbedaaan di antara beberapa kota yaitu produk yang berbeda. Misalnya, di Indonesia Uber hanya memperkenalkan produk UberX dan Uber Black yakni layanan khusus dengan mobil warna hitam.
 
Gojek
 
Starup lokal yang berkembang pesat di kota-kota besar ini, dibentuk oleh Nadiem Makarim. Pria kelahiran 1984 ini menamatkan pendidikan SMA di Singapura, sarjana di Brown University, Amerika Serikat, dan master di Harvard Business School.
 
Pada awal 2015. Nadien mendirikan Gojek, penyedia jasa transportasi ojek. Idenya lahir, saat Nadiem ngobrol dengan aopir ojek. Dia pun mengetahui bahwa mayoritas waktu kerja ojek dihabiskan untuk menunggu penumpang, sehingga tidak produktif.
 
Diapun melakukan inovasi untuk menghubungkan pengendara ojek dengan calon pembelinya lewat teknologi internet smartphone.
 
Aplikasi yang dibuat mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Dari semula hanya memiliki sekitar 300 mitra ojek, kini Gojek sudah merekrut ribuan mitra yang tersebar diwilayah Jabodetabek, Bali, Bandung dan Surabaya. 
 
Jalan yang ditempuh Nadiem tak mulus. Pertengahan Desember tahun lalu, Kementerian Perhubungan melarang operasi layanan transportasinya, karena dianggap tidak sesuai dengan undang-undang.
 
Kemenhub menilai pelarangan itu dilakukan merespons banyaknya masalah yang timbul sesama ojek, baik Gojek dan lainnya, dengan moda transportasi lain. Hal ini, menyangkut masalah kesenjangan pendapatan, keamanan, dan keselamatan masyarakat berlalu lintas. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya