Kenaikan Iuran BPJS Langgar Nawacita

Kantor Pusat BPJS Kesehatan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Pemerintah secara resmi menetapkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang berlaku untuk semua golongan, termasuk bagi masyarakat yang sudah terdaftar sebagai peserta mulai 1 April 2016 mendatang.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan langkah yang kontra produktif, dan tidak memiliki empati terhadap masyarakat ditengah lesunya pertumbuhan ekonomi.
 
Menurutnya, kenaikan iuran tersebut belum sebanding dengan standar pelayanan BPJS Kesehatan, yang diberikan kepada masyarakat. Bahkan hampir di setiap lini, YLKI menilai bahwa pelayanan BPJS Kesehatan masih terbilang mengecewakan.
 
"Banyak pasien yang ditolak opname di rumah sakit tanpa alasan yang jelas. Service pun masih tumpang tindih dengan peserta non-BPJS.," ujar Tulus, Senin 14 Maret 2016
 
Belum lagi, kata Tulus, ditambah dengan segabreg kekecewaan lain seperti obat tertentu yang tidak ditanggung. Tulus menilai, kenaikan tarif BPJS kesehatan merupakan pelanggaran prinsip kegotong-royongan yang justru menjadi jiwa asuransi sosial dalam BPJS.
 
Diisukan Tak Beri Kesejahteraan Sopir, Ini Kata Blue Bird
"Jika tarif BPJS terus dinaikkan, apa bedanya BPJS dengan asuransi komersial? Kenaikan tarif BPJS bisa dikategorikan melanggar Nawacita," katanya.
 
Apindo Keberatan Iuran BPJS Kesehatan Naik
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016, yang merupakan perubahan kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang telah dikeluarkan, rincian kenaikan tarif tersebut berlaku bagi pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja.
 
DPR Minta Kenaikan Iuran Ditunda, Ini Kata BPJS
Untuk iuran kelas III perorangan, dinaikkan dari Rp25.500 per bulan menjadi Rp30.000. Iuran kelas II perorangan naik dari Rp42.500 per bulan menjadi Rp51.000. Sementara iuran kelas I perorangan, naik dari Rp59.500 per bulan menjadi Rp80.000.
 
 Petugas menunjukkan produk mi Bikini (bihun kekinian) yang disita oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta, Senin, 8 Agustus 2016.

Mi Bikini yang Meresahkan Negara

Seorang mahasiswi sedang praktikkan ilmunya.

img_title
VIVA.co.id
9 Agustus 2016