Takbir dan Haru Saat Gerhana Matahari Total
- Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin
VIVA.co.id – Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, mengungkapkan rasa harunya bisa menyaksikan langsung Gerhana Matahari Total (GMT) di Parigi, Sulawesi Tengah, Rabu 9 Maret 2016. Thomas menceritakan secara detail menjelang fenomena alam langka itu berlangsung.
Sempat ada rasa khawatir melanda Thomas dan pemburu gerhana lainnya. Ketika itu, cuaca berawan menggantung di langit Sail Tomini, Parigi, lokasi pengamatan yang akan dilintasi GMT. Namun akhirnya, cuaca cerah menghiasi wilayah yang berada tepat di bibir pantai tersebut.
Saat itu, Thomas beserta lainnya juga melaksanakan salat gerhana di lokasi yang telah disediakan untuk menunaikan ibadah sunah tersebut. Thomas berperan sebagai khatib dan mantan Menteri Agama 2001-2004 Said Agil Husin Al-Munawar menjadi imamnya.
"Jadwal gerhana di lokasi Sail Tomini: kontak tertama pukul 07.28 WITA, total (pukul) 08.38.37 - 08.40.00 WITA (totalitas sekitar 1,5 menit) dan gerhana berakhir pukul 10.01 WITA. Pukul 07.00 WITA jamaah sudah berdatangan. Sekitar 500 kacamata gerhana sumbangan Lapan dibagikan kepada para jamaah," tulis Thomas dikutip dari blog pribadinya, Jumat 11 Maret 2016.
Sebelum salat dan pengamatan, Agil menjelaskan tata cara salat gerhana dan Thomas tentang pengamatan gerhana yang tepat.
"Saya jelaskan melihat gerhana matahari secara langsung aman, asal berhati-hati dan jangan lama-lama. Kacamata gerhana digunakan jangan lama-lama dan bisa bergantian," kata Thomas.
Ia menuturkan, pukul 07.30 WITA tampak matahari mulai tertutupi oleh bulan. Kemudian jamaah yang hadir melaksanakan salat pukul 07.37-08.08 WITA. Lalu, diisi khutbah dari Thomas sampai pukul 08.20 WITA dan dilanjutkan dengan pengamatan gerhana. Untuk mengantisipasi masyarakat yang tak kebagian kacamata gerhana, panita menyediakan layar lebar yang menampilkan proses terjadinya gerhana.
Dengan kondisi cahaya yang makin redup karena matahari terus terutup bulan, masyarakat mulai mengenakan kacamata khusus terebut. Akhirnya, pukul 08.38.37 WITA, bulan mulai menutupi matahari secara perlahan. Matahari terlihat seperti cincin permata (diamond ring), karena menyisakan celah cahaya terang di lembah bulan, sebelum bulan menutup sempurna.
"Lalu terdengan teriakan orang banyak ‘Allahu Akbar, Subhanallahu’. Orang-orang bertakbir dan bertasbih berulang-ulang. Di langit terpampang korona matahari yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Tak terasa mata saya basah, karena terharu luar biasa," ungkapnya.
Kesempatan Thomas dalam melihat gerhana matahari ini merupakan ketiga kalinnya. Sebelumnya peneliti astronomi dan astrofisika itu menyaksikan GMT pada 18 Maret 1988 di Bangka, 24 Oktober 1995 di Tahuna. Menariknya kali ini, Thomas melihat langsung kemunculan Planet Merkurius dan Venus yang berada di atas matahari.
Meski kegelapan di Parigi berselang 1,5 menit, tetapi menyaksikan langsung proses terjadinya GMT menjadi pengalaman mendalam, baik bagi Thomas maupun lainnya. GMT mulai berakhir seiring dengan munculnya cincin permata di kiri atas piringan matahari.
"Walau baru secercah cahaya matahari yang menembus lembah bulan, cahayanya cukup menyilaukan. Akhirnya suasana kembali terang dan proses gerhana berakhir pukul 10.01 WITA," tulis dia.