11-03-2011: Jepang Peringati Tragedi Tsunami
- www.latimes.com
VIVA.co.id - Hari ini, Jumat, 11 Maret 2016, lima tahun lalu, Jepang berduka. Masyarakat di sana banyak kehilangan keluarga dan kerabat yang tewas dalam insiden gempa bumi dan tsunami di kawasan Tohoku di lepas pantai Samudera Pasifik, tepatnya wilayah timur Sendai, Honshu, Jepang.
Gempa berkekuatan 9 skala richter (SR) menghujam pantai dan memicu gelombang besar dan menewaskan hampir 20 ribu orang.
Dilansir dari situs Reuters, tsunami hebat juga melumpuhkan reaktor nuklir Fukushima dan membocorkan tiga reaktor yang menyebabkan radiasi di wilayah tersebut dan berujung pada kontaminasi air, udara hingga pangan.
Lebih dari 160 ribu orang harus dievakuasi dan 10 persen di antaranya masih bertahan tinggal di perumahan.
"Saat ini, infrastruktur kota dan bangunan memang sudah pulih, namun hati saya belum. Butuh waktu yang panjang untuk mengatasi semuanya. Saya terus membayangkan wajah orang-orang yang meninggal. Ada begitu banyak penyesalan dan saya tidak bisa mengungkapkannya," kata Eiki Kumagai, seorang relawan pemadam kebakaran yang kehilangan 51 rekannya saat mencoba menyelamatkan warga.
Perdana Menteri Shinzo Abe dan Kaisar Akihito akan memberikan bunga pada upacara di Ibu Kota Tokyo yang mengadakan acara mengheningkan cipta pada saat waktu gempa terjadi yakni sekitar pukul 02.46 waktu setempat.
Pemerintah Jepang melakukan konstruksi besar-besaran dengan dana miliaran yen dan terus memberikan dukungan bagi warga yang kehilangan.
"Masih banyak warga yang hidup di rumah sementara dan mereka yang wilayahnya terkena radiasi nuklir tidak bisa kembali ke rumah asal mereka. Kami akan mempercepat upaya pembangunan rumah permanen sehingga mereka dapat kembali hidup dalam keadaan stabil," ucap Abe.
Pada hari yang sama pula, warga Jepang akan berdoa bersama sekaligus melayangkan protes terhadap penggunaan nuklir dan melakukan ziarah ke makam mereka yang tewas dalam tragedi nahas itu.
"Saya mengerti perasaan mereka yang tidak tahu apa yang harus dilakukan, hati mereka hancur," ujar Kazuo Sato, seorang mantan nelayan dari Rikuzentakata. (ase)