Jadi Jutawan dari Sampah Laut

Nur Arifin, perajin dengan bahan baku sampah laut.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id - Sampah laut tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga membuat pantai menjadi terlihat kumuh hingga menyebabkan wisatawan enggan berkunjung. Namun siapa sangka sampah laut khususnya ranting pohon dan batang pohon ternyata mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Di tangan Nur Arifin, sampah laut tersebut kini menjadi bahan baku produk kerajinan yang punya nilai ekonomi. Bahkan produknya sudah tembus ekspor ke kawasan Amerika dan Eropa.
 
Alumni ISI Yoyakarta angkatan 1996 ini pun menceritakan ide awal menggunakan bahan baku sampah laut, khususnya ranting dan batang kayu yang terdampar di pantai.
 
"Ide awalnya ingin menjaga keindahan pantai dari sampah. Ternyata sampah laut khusus ranting dan batang kayu, yang terendam di air laut, ketika sudah kering punya tekstur yang indah dan cocok digunakan sebagai salah satu produk kerajinan," katanya di Yogyakarta, Kamis 3 Maret 2016.
 
Darah seni yang mengalir dari bapak dua anak ini mendorongnya menciptakan produk seperti meja, kursi, cermin, empat lampu duduk hingga hiasan dinding yang berukuran tiga meter kali tiga meter dengan bahan baku ranting atau batang kayu sampah laut yang telah kering.
Lima Kiat Memaksimalkan Kredit untuk Usaha
 
"Ketika membuat desain dan dijadikan produk kerajinan, dengan bahan sampah laut berupa ranting dan batang kayu, sangat indah," ucapnya.
Ini Tantangan Terbesar Bagi Wirausaha Startup
 
Nur sudah merintis produksi kerajinan kayu dari sampah laut sejak tahun lalu. Usaha semakin berkembang setelah kerajinan tangannya ikut dipajang di sentra industri kerajinan di Kasongan. Produknya ternyata mendapatkan sambutan positif dari pembeli luar negeri.
Ingin Tahu Rahasia Sukses Bisnis Startup?
 
"Mulai dari itu pesanan produk kerajinan tangan dari ranting dan batang kayu sampah laut terus mengalir," ungkapnya.
 
Seiiring dengan banyaknya pesanan dan keuntungan yang diperoleh Nur mulai mempekerjakan karyawan sebanyak tiga orang, dan membeli alat untuk memproduksi kerajinan tangan berbahan baku ranting atau batang kayu sampah dari laut.
 
"Saat ini alat sudah lengkap, bahkan jika pesanan banyak, harus dikerjakan tetangga yang bersedia membuat produk pesanan pembeli dari luar negeri," katanya.
 
Untuk mendapatkan bahan baku ranting atau batang kayu, Nur mengaku mengambil ranting dan batang kayu dari warga yang tinggal di kawasan pantai di Kulonprogo dan Bantul.
 
"Harga satu rit ranting dan batang kayu yang sudah kering mencapai Rp1 juta, dan saya punya pengepul ranting dan batang kayu dari sampah laut," ujarnya.
 
Nur menjelaskan produk kerajinannya dijual mulai dari Rp250 ribu hingga Rp4 juta. "Itu dari kita, namun setelah sampai pembeli, harganya bisa mencapai tiga kali lipat," ucapnya.
 
Suami dari Dian ini mengaku bersyukur meski ekonomi dunia sedang melemah namun permintaan ekspor masih stabil dengan nilai produk mencapai Rp20 juta hingga Rp40 juta dengan berbagai macam produk.
 
Dia mengharapkan pemerintah dapat memfasilitasi pameran kerajinan nasional agar pembeli di luar negeri bisa membeli langsung produk ke perajin. 
 
"Sebenarnya jika pemerintah memfasilitasi pameran maka buyer di luar negeri bisa membeli langsung ke perajin. Namun karena produk yang pamerkan atas nama orang lain maka yang dapat pesanan orang yang memarkan produk saya," katanya.
 
 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya