Tax Amnesty Masih Undang Keraguan
Senin, 29 Februari 2016 - 09:35 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Dewan Perwakilan Rakyat resmi menunda pembahasan rancangan undang-undang pengampunan pajak atau tax amnesty. Meski begitu, pemerintah masih optimistis kapan pun kebijakan tersebut diberlakukan, akan menjadi dorongan bagi penerimaan negara.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, kendati demikian mengaku masih ragu akan keefektifan dari penerapan kebijakan tersebut. David menjabarkan beberapa kekhawatirannya. Pertama, adalah mengenai pembahasan RUU tax amnesty antara parlemen dan pemerintah.
"Dengan penundaan, masih simpang siur dan belum jelas. Terus mundur dari Oktober, Desember, Januari, sampai Maret. Itu semua ditunda," ujar David kepada awak media di Jakarta, Senin 29 Februari 2016.
Kekhawatirkan kedua, lanjut dia, adalah kontribusi tax amnesty terhadap penerimaan negara melalui sektor pajak yang dipatok cukup tinggi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016 sebesar Rp1.360,8 triliun.
Menurutnya, berkaca pada postur anggaran tahun lalu, penerimaan negara hanya mampu terealisasi sebesar 81,5 persen atau senilai Rp1.055 triliun dari target APBN Perubahan 2015 sebesar Rp1.294,25 triliun. Apalagi, masih ada ketidakpastian dari penerapan tax amnesty.
Baca Juga :
Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat
"Tahun lalu naik 30 persen tapi target tidak tercapai. Tahun ini juga masih tinggi. Penerimaan wajar itu PDB (produk domestik bruto) ditambah inflasi," kata dia.
Dengan melihat kondisi tersebut, David berujar, sudah seharusnya pemerintah segera merevisi beberapa asumsi, serta target yang ditetapkan dalam APBN 2016. Menurutnya, akan lebih baik jika pemerintah lebih cepat mengajukan revisi APBN menjadi APBN-P kepada parlemen.
"Tahun lalu memang terlalu cepat. Tapi terlalu lama juga tidak baik karena penting untuk perencanaan. Misalnya asumsi minyak US$50 per barel, sekarang sudah US$30 per barel. Jadi harus diubah," tegasnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan beberapa skenario untuk merevisi asumsi maupun target yang ditetapkan dalam APBN 2016 jika tax amnesty gagal diterapkan.
Salah satunya, mulai dari pemangkasan belanja negara sampai dengan opsi menambah utang negara. Namun, pemerintah masih memiliki batasan waktu sampai dengan bulan Juli 2016 mendatang, sebelum mengajukan revisi APBN kepada parlemen. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Tahun lalu memang terlalu cepat. Tapi terlalu lama juga tidak baik karena penting untuk perencanaan. Misalnya asumsi minyak US$50 per barel, sekarang sudah US$30 per barel. Jadi harus diubah," tegasnya.