'Perang Panas' FBI Vs Apple, Publik AS Terbelah
- REUTERS/Javier Galeano
VIVA.co.id – ‘Perang panas’ antara Biro Investigasi Federal AS (FBI) dan Apple sedang menjadi perhatian publik di Amerika Serikat.
Pangkalnya adalah desakan FBI agar Apple membuka akses keamanan atau backdoor Apple guna menyelidiki data iPhone 5c yang digunakan oleh Syed Rizqan Farook, terdakwa peristiwa bom San Bernardino, Amerika Serikat. Kala itu, Desember 2015, serangan tersebut menewaskan 14 orang.
Permintaan FBI untuk memasuki sistem keamanan perangkat iPhone nantinya, untuk mencari informasi berharga tentang plot teror, apakah Farook beserta istrinya, Tashfeen Malik, menerima bantuan dari pihak lain yang belum terungkap oleh FBI.
Namun, permintaan tersebut ditentang oleh Chief Executive Officer (CEO) Apple, Tim Cook.
Menurut Cook, permintaan FBI tersebut akan membahayakan para pengguna iPhone di seluruh dunia. Hal itu, sama halnya dengan melanggar privasi pengguna, serta kode etik yang dijalankan Apple selama ini. Maka dari itu, Apple menolak secara tegas permintaan lembaga Amerika Serikat tersebut.
Perang kata kian bergulir. Dikutip dari The Washington Post, Rabu 24 Februari 2016, publik AS pun terbelah menyikapi perang panas tersebut. Menariknya setengah penduduk AS yang disurvei Pew Research Center, berpendapat Apple seharusnya memberikan akses ke FBI untuk membongkar jaringan terduga teroris tersebut.
Sedangkan 38 persen responden menegaskan Apple harus tetap menolak permintaann FBI dan harus menjaga kuat data privasi dari pengguna iPhone tersebut. 11 persen responden lainnya mengaku belum menyatakan sikapnya secara tegas.
Tim Cook sudah sejak awal menolak campur tangan pemerintah atas data privasi pengguna perangkat Apple. Belum lama ini, bos Apple itu mengirimkan surat kepada seluruh karyawan Apple bahwa data pelanggan sedang 'dikepung' oleh pemerintah.
Tapi poling terbaru yang dilakukan Pew menunjukkan mayoritas warga AS tak sepakat dengan Cook. Pejabat keamanan dan anggota senat di AS mengkritik sikap Apple itu adalah sebagai ‘strategi pemasaran’. Namun tudingan itu lantas dibantah tegas oleh Apple.
Cook mengatakan sengketa perusahaannya dengan Departemen Kehakiman AS merupakan peperangan yang lebih besar.
"Kasus ini lebih dari satu ponsel atau satu investigasi. Jadi saat kami menerima permintaan pemerintah, kami harus berbicara," kata penerus Steve Job dalam menukangi Apple itu.
Cook mengatakan dalam perlawanan terhadap FBI, yang dipertaruhkan adalah keamanan data dan ratusan juta pengguna yang taat hukum. Cook mengatakan jika permintaan FBI dikabulkan, maka itu akan menjadi preseden berbahaya yang mengancam kebebasan sipil semua orang.
Google, Facebook dukung Apple
Jika setengah warga AS kontra dengan sikap Apple, tapi para bos perusahaan teknologi justru sebaris dengan Apple. Dukungan disuarakan oleh Google, Facebook dan lainnya.
CEO Google, Sundar Pichai misalnya. Dia berpendapat melalui postingan di akun Twitternya akhir pekan lalu. Pinchai menegaskan memaksa Apple untuk membuka data privasi pelanggan adalah langkah yang tak bijak.
"Postingan penting oleh @tim_cook. Memaksa perusahaan untuk meretas dapat membahayakan privasi pengguna," tulis Pichai dalam akun Twitternya, @sundarpichai.
Dukungan juga mengalir dari CEO Facebook, Mark Zuckerberg. Awal pekan ini, bos Facebook itu mengatakan simpati dengan Apple.
"Kami simpatik dengan Apple pada hal ini. Kami yakin dengan enkripsi," kata Zuckerberg dikutip dari Wired.
Meskipun bos Facebook itu menyatakan situsnya senang bekerja sama dengan pemerintah untuk memerangi terorisme, tapi Zuckerberg mengatakan merusak keamanan pengguna bukan sebuah pilihan.
Pria beranak satu itu menegaskan komitmennya dalam mencegah teorisme dan serangan semacamnya. Misalnya saat ada konten yang mempromosikan simpati kepada ISIS, maka Facebook akan tegas, yaitu akan mencopot layanan yang mengandung pramosi tersebut.
"Dan jika kami punya kesempatan untuk bekerja dengan pemerintah dan orang-orang untuk memastikan tak ada serangan teroris, maka kami jelas akan mengambil peluang dan bertanggung jawab membuat masyarakat yang aman," kata Zuckerberg.