Indusri Berbasis Mineral Logam Jadi Prioritas
Jumat, 19 Februari 2016 - 09:49 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id - Salah satu langkah strategis yang diprioritaskan Kementerian Perindustrian adalah hilirisasi industri berbasis mineral logam. Industri berbasis mineral dan logam yang difokuskan adalah besi baja, tembaga, aluminium, dan nikel.
Sekretaris Jenderal Kemenperin, Syarif Hidayat, mengatakan bahwa hilirisasi tersebut sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional (KIN) tahun 2015-2019 sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035.
"Pengembangan industri berbasis mineral logam menjadi prioritas karena akan mendukung kebutuhan beberapa sektor," kata Syarif di Jakarta, dikutip dalam keterangannya, Jumat 19 Februari 2016.
Dia mencontohkan hilirisasi ini akan mencukupi kebutuhan sektor-sektor usaha lain, seperti transportasi, konstruksi bangunan, permesinan, infrastruktur, energi, listrik, dan elektronik.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustria, I Gusti Putu Suryawirawan, mengatakan bahwa besi baja merupakan logam dasar paling utama.
Nilai penjualan globalnya mencapai US$225 miliar per tahun. "Pada tahun 2015, produksi besi baja dunia mencapai 3 miliar ton," kata Putu.
Dia mengatakan bahwa produsen utama besi baja adalah Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 50 persen produksi dunia, yang diikuti Jepang, Amerika Serikat dan India.
Selanjutnya, industri logam tembaga (copper) berada di peringkat dua sebagai logam dasar utama dengan nilai penjualan global sebesar US$130 miliar per tahun. Pada tahun 2015, produksi tembaga dunia mencapai 18,7 juta ton, di mana produsen terbesar berasal dari Chili, yang diikuti Tiongkok dan Peru.
Baca Juga :
Pengamat: Proyek Infrastruktur Jangan Disetop
Untuk aluminium memiliki nilai penjualan global sebesar US$90 miliar per tahun dengan nilai produksi mencapai 49,3 juta ton. Produsen utamanya berasal dari Tiongkok, kemudian Rusia, Kanada, dan Uni Emirat Arab.
Sementara itu, nilai penjualan nikel secara global sebesar US$40 miliar per tahun, yang kebutuhan utamanya digunakan sebagai paduan untuk membuat stainless steel. Pada tahun 2015, produksi nikel mencapai 2,4 juta ton dengan produsen utama berasal dari Brazil dan Rusia.
Putu menjelaskan bahwa di Indonesia potensi pasir besi sebanyak 2 miliar ton, bijih besi 935 juta ton, bijih bauksit 918 juta ton, bijih nikel 1,5 miliar ton, dan bijih tembaga 23,8 miliar ton. Kebutuhan dan pasokan empat komoditi industri mineral logam.
Pertama, produksi baja tahun 2014 sebesar 6 juta ton, naik menjadi 10 juta ton pada tahun 2015. Peningkatan tersebut dari kontribusi PT Krakatau Posco yang mulai berproduksi dengan kapasitas tiga juta ton crude steel dan penambahan kapasitas produksi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebesar satu juta ton crude steel.
"Diperkirakan kebutuhan crude steel pada tahun 2025 mencapai 20 juta ton," kata dia. Total investasi yang dibutuhkan sampai tahun 2025 guna membangun fasilitas smelter industri besi baja dengan total kapasitas 14 juta ton adalah US$14 miliar.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya