Direktur Toyota Manufacturing I Made Dana Tangkas

Potensi Pasar Otomotif Indonesia Dua Kali Thailand

Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana Tangkas
Sumber :
  • VIVA co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Di tengah tekanan ekonomi global yang cenderung tidak stabil pada 2015, masih adakah harapan bagi industri otomotif Indonesia untuk mengepakkan sayap merajai pasar otomotif Asean, menyalip dominasi Thailand?

Kiamat Industri Otomotif! Ratusan Ribu Pekerja Terancam PHK Massal

Pada awal tahun, Indonesia juga dikagetkan oleh tutupnya pusat penjualan dan distribusi mobil Amerika Serikat, Ford Motor Indonesia. Mereka memilih menutup distribusi karena selama ini Indonesia dinilai sebagai pasar yang tak menguntungkan.

Kondisi itu tentunya menjadi pekerjaan besar bagi Indonesia, utamanya bagaimana mengurangi ketergantungan impor komponen atau bahan baku dengan memperkuat pemasok lokal. Terlebih secara data penduduk, Indonesia memiliki bonus demograsi yang sangat memungkinkan untuk bagaimana industri otomotif mampu memperlebar ekspansinya secara lebih luas.

PHK Besar-besaran, Industri Otomotif Global Terancam Tumbang

Untuk mengetahui peluang industri otomotif Indonesia di kancah internasional dan kendala-kendalah yang dihadapi, berikut wawancara khusus VIVA co.id dengan Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana Tangkas di Semarang, beberapa waktu lalu.

Bagaimana Anda melihat industri otomotif saat ini di tengah perekonomian yang tak begitu bagus dan tekanan rupiah yang sangat luar biasa?

GIIAS Bandung 2024 Resmi Dibuka, Ini Harga Tiketnya

Kita lihat sampai sekarang ini di Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) atau secara nasional, otomotif di 2016 ini diperkirakan pasarnya meningkat dibandingkan tahun lalu, meskipun peningkatannya masih kecil.

Kami akui walau ada tekanan dari kondisi ekonomi, kami sangat percaya bahwa industri otomotif masih memiliki potensi besat untuk berkembang di Indonesia. Utamanya karena ada bonus demografi. Cara lain adalah dengan memperkuat upstreem industry (pemasok lapis 1-3) atau memperkuat dari sisi supplier lokal.

Bagaimana prospek pasar otomotif Indonesia dalam beberapa tahun ke depan?

Kita masih melihat pertimbangan-pertimbangan dengan kebijakan dari pemerintah, bagaiamana regulasinya, bagaimana iklim perusahaannya termasuk pengembangan infrastruktur ke depan. Regulasi pemerintah sangat penting sekali, mulai dari kebijakan regulasi, infrastruktur dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekompeten.

Ya, kita lihat masih positif dan optimistis dari tahun ke tahun masih bisa berkembang terus. Apalagi tren ekspor produk otomotif kita yang cenderung meningkat serta semakin meningkatnya jumlah pemasok komponen otomotif dari sekitar 700 an di tahun 2014 menjadi 1.500 an di tahun 2015.

Sebagai produsen kendaraan, bagaimana Anda melihat Thailand, apakah Indonesia bisa bersaing atau bahkan bisa mengalahkan Thailand dalam beberapa tahun ke depan? Mengingat saat ini pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah berlangsung.

Thailand memang dulu mengambil kebijakan (otomotif) saat momentum dari krisis. Dengan kehadiran Perdana Menteri Thaksin Shinawatra waktu itu, mereka mempelajari dan melihat beberapa negara Asean seperti Malaysia yang sudah punya mobil nasional dan Indonesia yang tidak ada arahan industri mobil yang jelas. Sehingga pada 2001-2003 Thailand mulai mengembangkan dan menjadi pusat industri otomotif di Asean. Detroit (kota penghasil kendaraan di Amerika Serikat) pasar Asean saat itu Thailand. Dia sudah mulai mengundang para pelaku otomotif dari berbagai negara dengan dibukanya karpet merah bagi motor otomotif. Sehingga dengan dibukanya karpet merah itu mereka punya kapasitas produksi di dua tahun lalu itu sampai 2,5 juta unit. Malah pernah ekspor ke luar negeri 1,2 juta.

Sementara di dalam negeri, kita lihat belakangan dengan kisruh politik yang ada, pasar dalam negeri menurun. Di sisi lain, Thailand pada 2010-2012 menjadi pusat Detroitnya Asean yang sudah punya pondasi yang kuat dari segi kebijakan, implementasi, termasuk infrastrukturnya. Beberapa pelaku otomotif dunia membuat pabriknya di Thiland termasuk mengajak pemasoknya berinvestasi di Thailand. Sehingga jumlah pemasok mereka sudah mencapiai 2.400 an, berbeda dengan Indonesia yang pemasoknya masih 600-700an.

Melihat realitas itu, masih optimistiskah Indonesia bisa bersaing dengan Thailand untuk beberapa tahun ke depan?

Dunia masih berkembang terus dan pergerakan otomotif masih berjalan terus. Kalau kita lihat di Thailand kepemilikan kendaraan dari 1000 penduduk 165 kendaraan, kalau di Indonesia dari 1000 penduduk masih 70 kendaraan. Jadi potensi kita kalau dibandingkan dengan Thailand itu kira-kira dua kali lipat lebih. Sementara penduduk kita 250 juta dan bentangan wilayah kita itu beribu-ribu kilometer luasnya, potensinya masih belum tergarap. Jadi dengan potensi itu seyogyanya kita masih bisalah menghadapi Thailand untuk beberapa tahun ke depan.

Di Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) saat ini sudah berjalan sejak 2004-2010. Tentunya Thailand sudah menempatkan posisinya jauh lebih tinggi di banding Indonesia. Dari kapasitas produksi dan pondasi industri otomotifnya juga lebih tinggi. Namun demikian kita lihat Indonesia punya potensi masyarakat, pasar, jumlah penduduk serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat potensial. SDM masyarakat kita sebenarnya mudah dikembangkan dan dilatih. Potensi itu sebenarnya sangat baik di kemudian hari. Asalkan kita bisa membuat program bersama pemerintah dengan pelaku industri dan dukungan seluruh stakeholder di seluruh Indonesia untuk bersama-sama menggerakkan itu. Saya yakin suatu saat pasti bisa.

Indonesia merupakan pasar yang empuk bagi Toyota. Bagaimana tidak, market share dan kekuatan merek yang sangat tinggi membuat orang susah berpaling. Bagaimana tim Anda menyakinkan bahwa Toyota itu lebih baik dibanding yang lain dan bagaimana Anda merawat keyakinan konsumen ini?

Kami melihat Indonesia bukan hanya sebagai pasar tetapi sebagai player. Dalam hal ini Indonesia telah dipercaya sebagai salah satu negara yang menjadi basis produksi dan ekspor di kawasan Asia Pasifik. Artinya, kami tidak hanya berpikir untuk membanjiri pasar domestik, tetapi juga berorientasi ekspor yang diharapkan dapat turut serta dalam perekonomian negara. Termasuk pengembangan industri otomotif itu sendiri.

Kemudian, masalah bisnis dengan maket share adalah bagaimana customer merasakan manfaat dan kepuasan terhadap kepemilikan kendaraan itu. Dalam hal ini tentunya perlu adanya jalinan inovasi secara terus menerus dan berkesinambungan. Mulai dengan mengembangkan produk-produk, termasuk pergerakan industrinya harus in line dengan kebutuhan customer serta in line dengan kebutuhan kebijakan pemerintah.

Merawat keyakinan konsumen adalah dengan memelihara dan sambung terus supaya mereka menjadi 'the loyal customer'. Toyota sudah punya 285 outlet di seluruh Indonesia. Itu menjadi satu hal yang sangat positif untuk menjaga hubungan dengan customer. Salah satu implementasi yang kami lakukan adalah melalui Toyota Way (respect for people dan continuous improvemnt) dalam setiap operasi bisnis kami.

Toyota Kijang dulunya mobil rayat, mobil yang sangat lekat dengan masyarakat Indonesia. Nah, sekarang, Kijang Innova sudah tidak lagi mobil rakyat lagi karena harganya yang sangat tinggi. Bagaimana komentar Anda?

Perkembangan suatu produk ada yang namanya product life cycle. Tentunya itu dinamis sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat dan dinamika permintaan customer. Tentunya produk itu dari waktu ke waktu mengalami inovasi atau evolusi sehingga bagaimana ini bisa nyambung dengan daya beli masyarakat atau permintaan customer.

Kalau kita lihat sejak 1977 adanya Kijang doyok atau Kijang kotak kemudian berkembang sampai kijang generasi sekarang ini kan sudah generasi ke-6. Tentunya dari 1977 sampai 2015 sudah 38 tahun, kalau kita bagi 7-10 tahun ada perkembangan kebutuhan permintaan masyarakat. Sejauh ini Kijang  menjadi suatu produk yang sebenarnya khas Indonesia yang belakangan ini bisa dikembangkan masuk ke pasar global. Namun demikian, ciri khas tampilan dan performance Kijang harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang membutuhkan banyak penumpang. Kalau zaman dulu kakek nenek, bibi, tante, om semua bisa masuk. Sekarang juga begitu, tapi karena persepsi masuk pasar global tentunya ada feature tertentu yang di dalam produknya seirama dengan kebutuhan global. Dan setiap produk akan berkembang terus, Kijang atau produk yang lain akan mengalami trend yang lebih maju.

Pada intinya Kijang Innova tetap menjadi mobil rakyat Indonesia karena dari negeri inilah Kijang dilahirkan. Meski kini Kijang Innova juga telah menjadi mobil rakyat bagi dunia yang telah diekspor ke 29 negara kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia dan Timur Tengah. Indonesia juga merupakan salah satu basis produksi Kijang Innova di kawasan Asia-Pasifik.

Pabrik Anda saat ini sudah lengkap, mulai dari pabrik mesin hingga perakitan, adakah rencana investasi tambahan untuk mendukung produksi Anda? Atau Anda akan menahan hingga perekonomian Indonesia membaik?

Saat ini kami ingin memastikan dan fokus pada realisasi investasi sebesar Rp13 triliun yang diumumkan tahun 2012 yang lalu. Tentu saja tidak menutup kemungkinan adanya investasi baru. Saat ini, kita sudah punya tanah di Karawang seluas 250 hektare. Jadi kita sudah punya dua pabrik. Fasilitas tanah yang terpakai di pabrik engine Karawang itu masih terpakai 150 hektare. Jadi masih banyak sekali peluang.

Masalah pelemahan ekonomi, Toyota selalu melihat tren perkembangan ekonomi baik jangka pendek dan jangka panjang. Jadi kemungkinan investasi itu masih terbuka lebar.

Industri otomotif kerap dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Apa yang sudah dilakukan Toyota untuk menangkis tudingan ini?

Sejak 2013 kita punya program Toyota Berbagi. Di mana program ini kita selalu melihat pengembangan, pilar pertama bahwa produk dan teknologinya harus kita terapkan, kita buat oleh dan untuk Indonesia. Maka kita memproduksi enam model untuk Toyota sendiri.

Kedua, Index Industry Development. Bagaimana perkembangan industri dari tiap satu dua tiga mulai hulu hingga hilir kita bangun pemasoknya.

Ketiga, kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) itu sendiri. Ada lingkungan, pendidikan, keselematan, keselamatan lalu lintas, dan income generating activity.  Inilah yang dikembangkan oleh Toyota dalam berkontribusi untuk membuat produknya di Indonesia dengan Toyota Berbagi ini, termasuk berkontribusi untuk masyarakat sosial.

Tudingan miring juga soal kemacetan. Bagaimana sikap Toyota?

Kami percaya bahwa kemacetan merupakan salah satu indikasi pertumbuhan ekonomi. Kita di Jakarta ikut bersama pemerintah DKI turut memperbaiki infrastruktur lalu lintas yang berlokasi di Mampang Prapatan dan Simpang Senayan.

Sebenarnya kalau kita lihat sekarang ini, pertumbuhan kendaraan lebih cepet dari pertumbuhan infrastruktur. Di Malaysia per seribu penduduk itu sudah memiliki kendaraan kira-kira 340-an. Di Thailand per seribu penduduk 165 dan di Indonesia per seribu penduduk 70. Jadi kepemilikan kendaraan ini harus dibuat merata dan pembangunan infrastruktur yang lebih merata pula. Sehingga didukung dengan daya beli yang tinggi, kendaraan ini bisa menyebar di berbagai daerah.

Kalau boleh tahu, mobil dinas Anda menggunakan merek dan jenis apa?

Kalau sekarang pakai Toyota Alphard. Tapi semuanya merek Toyota saya sering bawa seperti Kijang Innova.

Sedangkan di rumah koleksinya apa saja? Misalnya, mobil sportnya apa dan mobil keluarganya apa?

Saya tidak suka mengkoleksi mobil. Tapi saya lebih suka bisa menggunakan dan mengembangkan kendaraan untuk masyarakat. Saya tidak bawa sport lho.

Kenapa Anda hanya menggunakan Alphard dan Kijang? 

Karena kalau orang Toyota mobilnya pakai mobil Toyota dan kelihatannya di masyarakat bisa dipakai beberapa orang. Seperti Kijang Innova bisa buat keluarga dan bisa juga bareng teman-teman.

Apakah Anda masih sempat nyetir sendiri?

Kalau saat ini untuk di Jakarta jarak-jarak tertentu masih nyetir sendiri.

Pakai mobil apa?

Biasanya pakai Alphard, Kijang Innova atau Fortuner. Sebenarnya ada sopir tapi kasihan juga. Tapi seputar Jakarta dan Bandung.

Kalau dulu seneng Kijang Innova. Di tahun 1995-2001 saya kalau pulang ke Bali pasti bawa mobil sendiri. Daripada naik pesawat atau sepeda. Nyetir mobil sendiri bisa sekalian jalan-jalan, kadang singgah di Yogyakarta, Solo, Surabaya, Probolinggo baru ke Bali.

Apakah ada keinginan yang belum terpenuhi soal mobil? Misalnya ingin punya Pagani Huayra

Kalau untuk Toyota tingkat praktisnya Lexus ya. Tentunya mobil ini ada yang tipe besar. Tapi menurut saya, mobil fungsi mobil kita gunakan sebagai alat transportasi dan sosialisasi. Jadi saya tidak menempatkan mobil ini seperti halnya teman-teman lain. Misalkan untuk mode.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya