Terdorong Faktor Global, Bursa Asia Pasifik Melemah
Selasa, 9 Februari 2016 - 08:31 WIB
Sumber :
- CNBC
VIVA.co.id - Bursa Australia dan Jepang melemah tajam pada pembukaan perdagangan hari ini, merespons kinerja negatif bursa Amerika Serikat dan Eropa semalam.Â
Baca Juga :
Bursa Asia Pasifik Tertekan Dinamika Pilpres AS
Indeks Nikkei 225 Jepang jatuh sebanyak 4,18 persen pada awal perdagangan. Sementara itu, Bursa ASX 200 Australial turun 2,43 persen, didorong penurunan tajam saham-saham emiten energi dan sektor keuangan yang turun masing masing 1,14 dan 3,14 persen.Â
Â
Baca Juga :
Mengekor Wallstreet, Bursa Asia Dibuka Melemah
Chief Market Strategist di Spreadbetter IG, Chris Weston mengatakan, penutupan sebagian bursa di kawasan Asia Pasifik untuk merayakan Imlek sangat mempengaruhi kinerja perdagangan di pasar keuangn.Â
Â
Seperti diketahui, bursa China dan Taiwan tutup selama satu minggu untuk perayaan tersebut. Sedangkan. Pasar modal di Hong Kong, Singapura, Korea Selatan, Malaysia dan Vietnam ditutup hingga hari ini.Â
Â
"Bagi yang telah diperdagangkan semalam, hampir terasa seperti ada sesuatu yang besar terjadi. Dan ada kekhawatiran volatilitas," ujarnya seperti dilansir dari CNBC, Selasa 9 Februari 2016.Â
Â
Indeks Wall Street ditutup turun lebih dari  1 persen semalam.  Dow Jones Industrial Average jatuh 177,92 poin, atau 1,1 persen, ke level 16.027,05, The Standard & Poor's 500 ditutup 26,61 poin, atau 1,42 persen, lebih rendah pada 1.853,44 dan indeks komposit Nasdaq turun 79,39 poin, atau 1,82 persen, menjadi ditutup pada 4.283,75.
Â
Di Eropa, pan-Eropa Stoxx 600 turun 3,5 persen dan indeks DAX Jerman ditutup 3,3 persen lebih rendah, dipicu oleh saham perbankan dan saham otomotif yang dijual di tengah kekhawatiran Bank Sentral Eropa akan memangkas suku bunga lebih jauh ke wilayah negatif. Mengikuti jejak dari Bank of Japan, yang mengejutkan pasar pada akhir Januari dengan menetapkan suku bunga negatif pertama negara itu.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Bagi yang telah diperdagangkan semalam, hampir terasa seperti ada sesuatu yang besar terjadi. Dan ada kekhawatiran volatilitas," ujarnya seperti dilansir dari CNBC, Selasa 9 Februari 2016.Â