Pemerintah Kewalahan Atasi Lonjakan Harga Pangan
VIVA.co.id – Dari awal tahun 2016 hingga saat ini harga-harga kebutuhan pokok merangkak naik secara konsisten sekitar 20 - 40 persen di berbagai pasar tradisional. Walau Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla telah menggelar ratas terkait masalah pangan, namun hingga saat ini harga pangan enggan kembali ke harga normal.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kenaikan tersebut, selain mundurnya masa tanam, secara struktural masih terjadi manajemen stok yang tidak efisien dan tata niaga yang tidak seimbang di rantai distribusi.
Padahal di awal tahun, penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp200,-/liter dilakukan pemerintah. Namun, terbukti tidak mampu merubah struktur pasar dan alur distribusi bahan pokok secara signifikan di tingkat konsumen.
"Sejak awal tahun 2016 harga berbagai bahan pokok secara konsisten mengalami kenaikan dan merata terjadi di banyak sentra pasar tradisional. Kondisi ini sangat memukul daya beli masyarakat dan membuat persediaan bahan pokok terbatas," ujar Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi Munawar dalam keterangan persnya, Rabu, 3 Februari 2016.
Tercatat, berdasarkan tinjauan langsung di beberapa pasar tradisional menunjukan harga telor dan daging naik tajam. Seperti, di Pasar Kelapa Dua Tangerang (3/4) harga daging dari Rp110.000/kg di awal tahun kini naik menjadi Rp140.000/kg, telur ayam dari Rp21.000 jadi Rp24.000/kg hingga Rp27.000/kg, dan kentang dari harga Rp10.000 jadi Rp15.00 /kg. Bahkan di Pasar Caringin Kabupaten Bogor, harga telur ayam mencapai titik tertinggi Rp27.000/kg - Rp30.000/kg dan daging Ayam Rp40.000/kg.
Rofi yang juga Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Inbang (Industri dan Pembangunan), manajemen stok dan tata niaga pangan pemerintah terlihat sangat rapuh dalam mengendalikan gejolak kenaikan berbagai bahan pokok di pasaran. kebijakan Thomas Lembong (Menteri perdagangan) yang mengatakan bahwa impor pangan tidak mungkin dihindari bentuk dari lemahnya strategi Kementerian Perdagangan dalam menyerap produk pangan lokal dan menekan fluktuasi harga.
"Dalam situasi kelangkaan dan tingginya harga pangan, Impor menjadi kebijakan kunci untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, padahal sejatinya kebijakan tersebut hanya dijadikan pelengkap saja seharusnya. Ruang kendali pemerintah di sektor hulu hingga hilir harus terpadu dengan distribusi pangan lokal dalam mengisi pasar," ujarnya.
Legislator asal Jawa Timur ini mengungkapakan, pemerintah berjanji bahwa bahan pokok akan kembali normal pada akhir bulan Januari, namun hingga kini belum kunjung turun. ironisnya, kini beragam cara dilakukan untuk stabilisasi harga lewat kebijakan instan dan reaktif yaitu impor pangan. padahal berulang kali Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan bahwa posisi produksi berbagai kebutuhan pokok mencukupi.
"Untuk kesekian kali koordinasi kementerian teknis dengan stakeholders pangan belum maksimal dilakukan, sehingga berulang kali terjadi kenaikan harga yang tidak berimbang di pasaran. Kenaikan bahan pokok saat ini tidak berpengaruh banyak terhadap peningkatan pendapatan petani /NTP yang mengalami penurun 0,11 persen di akhir tahun 2015," ujar Rofi.
Presiden Joko Widodo pekan lalu, Rabu (27/1/2016) memanggil sejumlah menteri bidang ekonomi ke Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresiden, Jakarta Pusat. Sejumlah menteri yang dipanggil yaitu Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, Menko Maritim, Rizal Ramli, Menteri Keuangan, Bambang Brojonegoro dan Menko Perekonomian, Darmin Nasution.
Sekretaris Kabinet, Pramono Anung menjelaskan pemanggilan menteri-menteri terkait ekonomi tersebut membahas mengenai persoalan harga pangan yang ditengarai dalam pekan ini mengalami kenaikan.