Riset Temukan Sebab Pabrik Rokok Lebih Pilih Buruh Perempuan
Rabu, 3 Februari 2016 - 18:04 WIB
Sumber :
- http://klosetide.wordpress.com
VIVA.co.id - Konsumsi rokok yang tinggi di Indonesia yang mencapai ratusan juta dolar Amerika Serikat (AS) mampu menghidupi ratusan ribu buruh pabrik rokok yang tersebar di berbagai wilayah di Tanah Air.
Baca Juga :
Tujuh Bahan Berbahaya pada Rokok Selain Nikotin
Pabrik rokok jugalah yang mampu menampung tenaga kerja low-skilled yang sebagian besar para buruh ini kaum perempuan.
"Kebanyakan perempuan yang bekerja sebagai buruh dalam industri rokok adalah perempuan yang menjadi sumber penghasilan utama bagi keluarga mereka," ujar Ratna Saptari, Pengajar di Universitas Leiden, Belanda, dalam diskusi bulanan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM yang mengambil tema Mobilitas modal, proses kerja, dan dinamika gender dalam rantai produksi industri rokok, di Auditorium Gedung Masri Singarimbun, Rabu, 3 Februari 2016.
Hal tersebut, ungkapnya, berdasarkan hasil penelitian yang dia lakukan terhadap pekerja perempuan di pabrik rokok Sampoerna di Surabaya dan Jombang.
Saat ini, menurutnya, pabrik rokok lebih banyak mempekerjakan perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena pekerja laki-laki lebih banyak terlibat di serikat buruh dan kerap melakukan aksi mogok kerja, sehingga dapat menghambat proses produksi.
Buruh perempuan yang dipekerjakan di pabrik ini sebagian besar berasal dari daerah-daerah di sekitar lokasi pabrik.
Ada juga perempuan yang merantau dari desa yang cukup jauh dengan berbagai alasan. Salah satunya, untuk keluar dari tekanan keluarga.
“Saya sempat berbicara dengan salah satu perempuan yang bercerita bahwa awalnya ia datang ke Surabaya untuk melarikan diri dari kawin paksa, sampai akhirnya ia bekerja di pabrik dan bertahan hingga belasan tahun,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, dalam industri rokok mereka dituntut untuk mengikuti suatu standarisasi kerja yang mengharuskan mereka untuk memproduksi rokok sesuai target yang diberikan.
Kemudian setiap bulannya manajemen pabrik akan melakukan evaluasi apakah masing-masing kelompok telah mencapai target yang ditentukan, baik dari segi jumlah maupun kualitas.
"Jika dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja yang tidak mencapai target, seluruh kelompok tetap akan terkena teguran atau sanksi," jelasnya.
Meski pekerjaan ini terbilang cukup monoton dengan jam kerja yang relatif panjang, tetapi para buruh perempuan tetap bertahan pada pekerjaan ini. Banyak dari mereka yang telah bekerja sebagai buruh selama lebih dari 10 tahun.
"Manajemen pabrik pun menggunakan berbagai cara untuk membuat para buruh merasa diperhatikan, misalnya dengan memutarkan lagu sembari para buruh bekerja, serta membuat mekanisme penyampaian keluhan dari para buruh secara pribadi, sebelum keluhan tersebut tersebar dan justru menimbulkan protes secara kolektif yang akan merepotkan manajemen," terangnya.
Selain itu, untuk meningkatkan semangat kerja para buruh, perusahaan pun mengadakan program-program seperti pertandingan pencapaian target antar pabrik menggunakan sistem ranking yang disertai tawaran insentif bagi kelompok yang paling produktif.
Baca Juga :
RI Tolak Kebijakan Kemasan Rokok Tanpa Merek di Australia
Hal tersebut melemahkan daya saing industri nasional.
VIVA.co.id
4 November 2016
Baca Juga :