Teknologi Antikanker Warsito Terganjal Dua Kementerian
- VIVA.co.id/Nuvola Gloria
VIVA.co.id - Penemu metode terapi kanker Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT), Warsito Purwo Taruno, mengaku angkat tangan dan pasrah terkait masa depan inovasi terapi kankernya.
Sebagaimana diketahui klinik riset dan terapi kanker yang ia dirikan sedang mendapatkan evaluasi dua kementerian yaitu Kementerian Kesehatan dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Evaluasi tersebut sudah berjalan dua bulan, namun sampai kini belum ada kepastian untuk keberlanjutan operasi klinik kanker yang membawa bendera PT Edwar Technology.
Terakhir, Warsito akhirnya merumahkan atau mem-PHK 70 persen karyawannya akibat tak ada kejelasan tersebut.
"Kemenkes dan Kemenristekdikti akan segera mengumumkan hasil review-nya, tapi berdasarkan hasil diskusi selama 2 bulan ini tak ada celah klinik riset kita akan dibuka lagi," kata Warsito kepada VIVA.co.id, Senin malam, 1 Februari 2016.
Dia mengatakan posisi operasi kliniknya yang seakan 'digantung' dua kementerian tersebut, bahkan makin diperparah dengan tak adanya jaminan perlindungan hukum. Sebab, sejauh ini, kata Warsito, belum ada ketentuan yang mengatur klinik riset seperti yang ia kelola.
"Masalahnya kaedah klinik riset atau rumah sakit riset di Indonesia tidak ada aturan dan payung hukumnya. Selama itu tidak ada, saya kira tak ada perlindungan hukum buat orang-orang seperti saya," ujar Warsito.
Warsito berpandangan perlunya segera dibuat sebuah aturan khusus yang mencakup praktik operasi terapi yang ia kelola. "Saya kira perlu PP (Peraturan Pemerintah) minimal Perpres atau peraturan bersama dua kementerian, karena uji klinis mencakup ruang lingkup riset dan pelayanan terhadap pasien," katanya.
Meski sudah pasrah dan merumahkan sebagian besar karyawannya, Warsito mengaku tetap berupaya untuk mencoba menggulirkan aturan klinik riset. Dia mengatakan sedang mencoba melalui Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia (Apkesi).
Menurutnya, aturan penelitian alat kesehatan yang diamanahkan UU Kesehatan No.39/2009 belum ada, sedangkan aturan uji klinis juga belum ada.
"Selama ini laporan uji klinis hanya berdasar klaim sepihak oleh perusahaan. Tetapi sebaliknya karena aturan belum ada, pihak yang berwenang bisa saja membatalkan klaim itu, tak tergantung pada hasil uji klinisnya," ujar dia.
Sementara terkait kelanjutan klinik yang sudah ditutup, Warsito mengatakan memang tak bisa dipertahankan bangunannya. Untuk itu, ia rela aset gedung tersebut dialihfungsikan.
"Sebagian besar aset dijual, sebagian masih ada riset yang terus dilanjutkan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, selama evaluasi klinik dan terapi riset, Kemenkes dan Kemenristek akan menunjuk rumah sakit untuk melaksanakan uji klinis, tetapi sejauh ini tidak ada timeline yang pasti dan semua tahapan penelitian akan diulang.