Kesalahan Pemikiran Presiden & Meneg BUMN Soal Kereta Cepat
- fikri
VIVA.co.id – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, menilai, Presiden Jokowi maupun Meneg BUMN Rini Soemarno, memiliki kesalahan pemikiran terkait rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung buatan Cina.
Yang paling terlihat dari kesalahan tersebut adalah kekeliruan memahami makna pasal 33 UUD 45 yang utamanya mengatur tentang perekonomian, pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) untuk kepentingan rakyat, dan prinsip perekonomian Nasional.
“Ada beberapa kesalahan pikiran Presiden Jokowi dan Meneg BUMN Rini Soemarno. Kesalahan pertama adalah kekeliruaan memahami makna pasal 33 yang diturunkan menjadi berbagai UU termasuk di dalamnya UU BUMN,” ujarnya, Senin 1 Februari 2016.
Makna dari Pasal 33 ayat 2 yang berbunyi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sudah jelas bahwa dalam penguasaan kekayaan negara adalah untuk kesejahteraan rakyat.
“Nah dalam hal ini kerjasama empat BUMN yang tergabung dalam satu konsorsium dengan perusahaan Cina dalam hubungan Bussines to Bussines atau B to B jelas melanggar pasal tersebut. BUMN itu dibentuk dengan tugas utamanya menyebarkan kesejateraan, menyalurkan kekayaan sehingga rakyat sejahtera. BUMN menjadi semacam pipa yang menyalurkan kesejahteraan pada rakyat. Bisnis yang dilakukan BUMN hanya salah satu metodenya, selebihnya bisa dengan CSR, PKBL dan lain-lain. Itu tugas BUMN. Jadi bukan semata bisnis,” jelasnya.
Dalam kasus kereta Cina ini, tiba-tiba Presiden Jokowi dan Meneg BUMN Rini Soemarno salah mengartikan pasal 33 ke sebuah nalar, seolah-olah itu hanya bisnis semata yang dituangkan dalam kerjasama B to B. BUMN jelas milik negara, karena negara yang menjamin modal, eksistensi dan semua hal yang terkait BUMN.
“Wika, PP dan HK adalah perusahaan konstruksi yang memiliki banyak asset seperti jalan tol dan gedung, begitu juga dengan PTPN. Kenapa mereka mengambil PTPN, yah karena yang mereka incar adalah asset lahan PTPN. Kesemua aset milik BUMN itu adalah milik negara, kenapa aset yang tidak bernilai harganya itu tidak dihitung dan tiba-tiba kita hanya memiliki hutang kepada perusahaan Cina? Kalau misalnya mereka harus membebaskan lahan bisa mampus mereka, berapa yang harus mereka keluarkan. Lah ini lahan PTPN diambil begitu saja, tidak dihitung, malah kita yang dibilang berhutang pada mereka. Ini kan konyol. Ini cara berpikir yang keliru,” ujarnya.
Selain itu menurut Fahri, yang namanya infrastruktur itu kebutuhan masyarakat, dimana prioritas atas pemilihan produknya diputuskan secara independen oleh negara dan tidak boleh diintervensi. Tapi mengapa dalam kasus kereta cepat ini sepertinya pihak luar, dalam hal ini pihak Cina yang menentukan apa yang mau dibangun.
“Jokowi sering mengatakan akan mendahulukan pembangunan infrastruktur di luar Jawa untuk mendorong kemajuan ekonomi di daerah lainnya. Lah kok sekarang mau membangun jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung yang infrastrukturnya bisa dikatakan sudah lengkap karena sudah ada kereta api, tol maupun jalan non tol maupun angkutan udara. Jadi apalagi yang mau dibangun? Kan lebih baik membangun jembatan Selat Sunda atau kalau dikatakan itu sulit dilakukan karena geographis tidak mendukung, maka bisa dibangun terowongan bawah laut yang menyambungkan Sumatera dan Jawa. Ini lebih masuk akal. Infrastruktur itu kepentingan bangsa kita. Kita yang menentukan prioritasnya dan bukan pihak asing dengan mendikte apa yang kita perlukan dan yang tidak,” kata Politisi PKS ini.