Kasus Suap DPRD Banten, Bos BGD Segera Maju Sidang

Petugas Kejaksaan Agung bawa dokumen dari Kantor Pusat Bank BJB
Sumber :
  • Antara/ Agus Bebeng

VIVA.co.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas perkara Direktur PT Banten Global Development (BGD), Ricky Tampinongkol. Karenanya bos PT BGD akan segera menjalani persidangan.

"Hari ini dilakukan pelimpahan tahap 2 atas nama tersangka RT," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Priharsa Nugraha, dalam pesan singkatnya, Kamis 28 Januari 2016.

Ricky merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2016. Ricky diduga memberikan suap kepada sejumlah anggota DPRD Banten untuk memuluskan pembentukan Bank Banten.

Berkas lengkap tersebut nantinya segera dilimpahkan ke Pengadilan. Priharsa menambahkan, untuk dua orang tersangka lain dalam perkara ini, yakni Tri Satriya Santosa dan SM Hartono, berkasnya masih dalam tahap penyidikan. Pula kedua orang anggota DPRD tersebut baru saja diperpanjang masa tahanannya.

Sebelumnya, Ricky berharap perkaranya segera dilimpahkan ke pengadilan. Dia berjanji akan mengungkapkan seluk-beluk kasus itu dalam persidangan, termasuk dugaan sejumlah anggota DPRD yang menerima suap.

Kasus korupsi itu terungkap saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kawasan Serpong, Banten, pada Selasa, 1 Desember 2015. KPK menangkap Wakil Ketua DPRD Banten, SM Hartono, Anggota DPRD Banten, Tri Satria Santosa dan Direktur PT Banten Global Development, Ricky Tampinongkol.

Saat ditangkap, telah terjadi transaksi suap terkait pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten. Pada saat kejadian, KPK menyita US$11.000 dan Rp60 juta.

Jaksa KPK Paparkan soal DPRD DKI Minta Uang ke Aguan

Berdasarkan hasil gelar perkara, KPK menyimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi yang kemudian menetapkan tiga orang itu sebagai tersangka.
 
Sebagai pihak pemberi suap, KPK menetapkan Ricky sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.