BUMN Ini Ubah Air Limbah Jadi Bersih
Selasa, 19 Januari 2016 - 19:12 WIB
Sumber :
- unitedenvirotech.com
VIVA.co.id
- Maraknya perusakan dan pencemaran lingkungan telah menyebabkan Indonesia menjadi kawasan, yang sepertinya tak mungkin lolos dari permasalahan ketersediaan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
Padahal, posisi Indonesia, secara geografis, menempatkan Indonesia sebagai kawasan yang memiliki potensi kekayaan air bersih melimpah hingga disebut memiliki enam persen dari 21 persen cadangan air bersih Asia Pasifik.
Kekayaan potensi tersebut, rupanya tak bisa membuat Indonesia lepas dari krisis air bersih, bahkan United States Agency for International Development (USAID) dalam laporannya pada 2007 lalu, menyebut bahwa di berbagai daerah hampir 100 persen sumber air minum tercemar oleh E. Coli dan Coliform.
Pencemaran air, khususnya sungai oleh limbah dari industri dan rumah tangga telah menjadi persoalan panjang yang dihadapi pemerintah dan masyarakat.
Pada 2008, Kementerian Lingkungan Hidup yang saat ini menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencatat setidaknya 62 sungai di Indonesia telah tercemar limbah dan butuh waktu 15-20 tahun untuk memperbaikinya.
Kini, setiap satu sungai di semua kota di Indonesia tercemar dan berdampak pada banyak sendi kehidupan masyarakat, termasuk ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan sehari-hari.
Salah satu contohnya adalah Sungai Citarum, yang dianggap sebagai sungai paling tercemar di dunia, sementara sungai tersebut memiliki posisi strategis dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat.
Menanggapi persoalan itu, Direktur PT Energy Management Indonesia (EMI) Aris Yunanto dalam keterangan persnya, Selasa 19 Januari 2016, mengungkapkan, salah satu langkah untuk mengatasi krisis air bersih adalah dengan memanfaatkan air limbah sebagai sumber air bersih.
Aris mencontohkan, kerja sama yang telah dilakukan EMI dengan sejumlah pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta. Di mana, pusat perbelanjaan dimaksud menggunakan teknologi dari EMI untuk mengolah air limbah dari tenant dan pengunjung.
Perusahaan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan internal akan air bersih, namun juga mendapatkan efisiensi pengeluaran sebesar 70 persen dibandingkan membeli air bersih dari luar secara terus menerus.
Tidak hanya itu, efisiensi pengeluaran tersebut memungkinkan nilai investasi, yang berada pada kisaran Rp2 miliar, dimungkinkan kembali dalam waktu satu atau satu setengah tahun. Karenanya, makin banyak pula perusahaan yang berminat menerapkan teknologi serupa.
"Rencananya, tahun ini ada tujuh pusat perbelanjaan lagi yang membuka peluang bekerjasama dengan EMI untuk pengelolaan air limbah,” terang Aris.
Selain pusat perbelanjaan, EMI juga mendorong kerja sama kawasan-kawasan industri untuk pengolahan air limbah kawasan dan pengelolaan air limbah refinery/minyak milik BUMN yang lain.
Mengingat salah satu penyebab krisis air bersih adalah pencemaran, kata Aris, penerapan teknologi pengolahan air limbah menjadi air bersih sangat tepat. Karena teknologi tersebut bisa diterapkan sesuai dengan karakteristik limbah masing-masing industri yang bisa jadi berbeda-beda.
"EMI sudah memiliki mini reactor yang bisa dicoba, bahkan sampai kondensat sekalipun. Jadi, air yang berasal dari pengolahan minyak, yang jelas-jelas memiliki kandungan bahan kimia berbahaya (B3), dapat kami netralkan hingga memenuhi kriteria air bersih sebelum digunakan lagi atau dibuang ke alam," tegas Aris.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang konservasi dan konversi energi dan air, EMI pun berupaya menghindari penggunaan air tanah.
"Dalam rangka menjaga keseimbangan air darat dengan air laut, maka kami mengharamkan penggunaan air tanah, dan memilih menggunakan air permukaan baik itu air sungai, air selokan, air limbah, bahkan air laut yang diolah menjadi air bersih atau air minum yang memenuhi standar kesehatan nasional dan WHO,” ungkapnya.
Pengolahan air laut menjadi air bersih adalah juga salah satu hal yang mulai dilirik untuk diterapkan di sejumlah daerah di Indonesia, misalnya di Balikpapan dan Jawa Tengah.
Terkait hal itu, Aris mengatakan, pengolahan air laut menjadi air bersih sangat mungkin dilakukan karena Indonesia kaya dengan potensi air laut, di samping hal itu tidak membutuhkan biaya tinggi.
"EMI misalnya, hanya membutuhkan sekitar 8-9 rupiah per liter untuk mengolah air laut menjadi air bersih," katanya.
Namun Aris mengingatkan, salah satu persoalan dari rencana tersebut adalah belum ada aturan mengenai pengelolaan air laut sebagai air baku. Karena
"Semestinya pemerintah pusat, provinsi dan kota harus segera menyiapkan peraturan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat Indonesia," tegasnya.
Sejauh ini, kata Aris, pemanfaatan pengolahan air limbah sebagai sumber air bersih dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan internal perusahaan. Sebab, pendistribusian air ke masyarakat luar harus dilakukan oleh BUMD, biasanya PDAM.
Sehingga, perusahaan tidak dapat menyalurkan air bersih hasil olahannya ke masyarakat, meskipun air tersebut sudah memenuhi standar air bersih atau air minum seperti yang diatur dalam aturan menteri kesehatan.
Menurut Aris, EMI dengan kemampuannya melakukan daur ulang air limbah menjadi air bersih dapat menjadi partner dalam menyediakan air bersih. EMI dapat membantu perusahaan (PDAM) dalam meningkatkan kapabilitas pengolahan air menjadi air bersih.
"Kalau tingkat air baku NTU (Nephelometric Turbidity Units) 1.500 misalnya atau 500, kami masih bisa melakukan treatment, sehingga air tersebut layak sebagai air baku (Standar air baku 25 NTU). Selain itu, recycling juga bukanlah merupakan ranah PDAM," ujarnya.
Terakhir, Aris menegaskan, peluang penggunaan teknologi pengolahan air limbah menjadi air bersih sangat terbuka, mengingat permasalahan limbah perusahaan (industri) adalah masalah yang sampai kini masih dihadapi di sejumlah kawasan di Indonesia.
"Jika saja setiap perusahaan mau menerapkan teknologi pengolahan air limbah menjadi air bersih; itu bisa menjadi awal yang baik untuk mengubah keadaan (lingkungan) menjadi lebih baik di samping itu, toh perusahaan akan mendapatkan keuntungan melalui efisiensi cost," kata Aris. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Kini, setiap satu sungai di semua kota di Indonesia tercemar dan berdampak pada banyak sendi kehidupan masyarakat, termasuk ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan sehari-hari.