Mulyadi Bantah Pernyataan Anggota DPR Adian Napitupulu

Unjuk Rasa HMI Bongkar Skandal Freeport
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Mulyadi membantah pernyataan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu yang juga sama-sama duduk Komisi VII terkait disvetasi saham PT Freeport yang menyebutkan bahwa  PP (Peraturan Pemerintah) No 77 tahun 2014 yang dikeluarkan Presiden ke-6 SBY berdampak disvestasi saham PT Freeport merugikan Negara Republik Indonesia (RI) puluhan triliun.

Bakal Stop Beroperasi di Medan, SPBU Shell: Terima Kasih Buat Semua Pelanggan Setia Kami

Seperti dikatakan Andian Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 Tahun 2014 dinilai merugikan Indonesia karena memperkecil persentase kewajiban divestasi saham Freeport, yang semula 51 persen menjadi hanya 30 persen. Menurut Mulyadi rekannya itu tidak mengerti PP 77 tersebut. Justru PP 77 tersebut memperjelaskan dan mengklasifikasi secara detail dari PP 24 karena kedua PP tersebut dibuat era SBY.
 
Mulyadi menerangkan bahwa jenis penambangan itu ada beberapa klasifikasi dengan resiko modal dan kebutuhan teknologi yang berbeda. Untuk kegiatan penambangan yang tidak melakukan pengolahan dan/atau pemurnian divestasi sahamnya diatur sampai 51 persen secara bertahap. Sedangkan untuk kegiatan penambangan dengan melakukan pengolahan dan/atau pemurnian divestasi sahamnya diatur sampai 40 persen secara bertahap. Selanjutnya penambangan dengan menggunakan metode penambangan bawah tanah disvetasi sahamnya diatur sampai 30 persen secara bertahap.
 
“Dalam PP itu sudah diatur jelas mekanisme aturan mainnya dengan baik. PP No 77 adalah  Peraturan Pemerintah tentang perubahan ketiga dari PP No 23 Tahun 2010 yang diubah dengan PP No 24 Tahun 2012, dan selanjutnya diubah lagi melalui PP No 77 Tahun 2014,” jelas Mulyadi kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 19 Januari 2016.
 
Menurut politisi asal Sumatera Barat II menyebutkan bahwa dimana metode bawah tanah resiko oprasional lebih tinggi dan kebutuhan modal sangat besar, makanya kewajiban divestasinya berbeda dengan kegiatan penambangan biasa, karena hal ini sudah dikaji secara detail dan mendalam dari aspek kelayakan investasi. Sesuatu yang sangat logis dan tidak relevan mempersoalkan hal ini.
 
“Jadi kalau pemerintah merasa memiliki modal dan kesiapan dari aspek manajerial dan teknologi, jangankan 51 mengambil alih 100 pun bisa setelah kontrak karya berakhir tahun 2021. Dari pada beli saham PT Freeport 51 sebesar Rp120 triliun, lebih baik diambil alih sekalian. Jadi kita Tunggu saja apakah betul pemerintah akan ambil alih PT Freeport,” ujar Mulyadi secara seraya mengakhiri pembicarannya itu.