Kas Negara Tambah Rp20 Triliun Berkat Revaluasi Aset
Senin, 11 Januari 2016 - 17:06 WIB
Sumber :
- Kementerian Keuangan
VIVA.co.id
- Pemerintah beberapa waktu lalu mengeluarkan kebijakan penilaian kembali aktiva tetap atau revaluasi aset yang terangkum dalam paket kebijakan ekonomi Jokowi. Kebijakan itu pun diklaim telah membuahkan hasil yang cukup baik.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan sebagian perusahaan telah merevaluasi asetnya di tahun lalu. Setidaknya, Rp20 triliun penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) melalui revaluasi aset telah masuk ke dalam kas negara.
"Paket revaluasi ini mendatangkan penerimaan ke kami Rp20 triliun di tahun 2015, dengan menggunakan fasilitas tarif pajak revaluasi aset tiga persen. Masih ada peluang di tahun 2016," ujar Bambang saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin 11 Januari 2016.
Meskipun memiliki prospek cerah terhadap penerimaan, Bambang belum bisa memperkirakan penerimaan pajak negara melalui revaluasi aset. Fokus saat ini, adalah bagaimana terus melakukan kampanye terhadap seluruh perusahaan agar merevaluasi asetnya.
"Perkiraan masih sulit, karena ini sifatnya sukarela. Yang bisa kami lakukan adalah tetap melakukan kampanye. Masih ada sebagian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum sempat melakukan revaluasi di tahun kemarin," tutur dia.
Ia pun membantah stigma negatif yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut justru terkesan memaksa perusahaan, dalam rangka menggenjot penerimaan negara. Menurutnya, revaluasi aset tentunya akan menguntungkan negara maupun perusahaan itu sendiri.
"Jangan posisikan revaluasi itu seolah-olah todong, suruh orang bayar, tanpa dapat untung. Saya katakan, ini win win solution. Bagi yang melakukan revaluasi, untungnya struktur keuangan sehat. Negara untung karena dapat penerimaan," katanya.
Sementara bagi perbankan nasional sendiri, mantan Wakil Menteri Keuangan era Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan bahwa revaluasi ini akan meningkatkan Capital Adequacy Raio (CAR). Hal ini pun telah terbukti karena di tahun lalu, sudah ada beberapa bank yang merevaluasi asetnya.
"Aset bertambah, ekuitas juga ikut bertambah. Untuk bank, apabila melakukan revaluasi dengan senang hati, akan menambah CAR. Bahkan, ada beberapa bank yang bertambah di atas 20 persen setelah revaluasi," jelas Bambang.
Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, mengatakan, dari total Rp20 triliun, mayoritas terbesar dikontribusikan oleh Wajib Pajak BUMN. Sisanya, diikuti oleh swasta dan Wajib Pajak Orang Pribadi.
"Rp10,6 triliun dari Wajib Pajak BUMN, Rp9 triliun dari swasta, dan Rp7 miliar dari Wajib Pajak Orang Pribadi, ucap Ken. (ren)
Meskipun memiliki prospek cerah terhadap penerimaan, Bambang belum bisa memperkirakan penerimaan pajak negara melalui revaluasi aset. Fokus saat ini, adalah bagaimana terus melakukan kampanye terhadap seluruh perusahaan agar merevaluasi asetnya.
"Perkiraan masih sulit, karena ini sifatnya sukarela. Yang bisa kami lakukan adalah tetap melakukan kampanye. Masih ada sebagian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum sempat melakukan revaluasi di tahun kemarin," tutur dia.
Ia pun membantah stigma negatif yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut justru terkesan memaksa perusahaan, dalam rangka menggenjot penerimaan negara. Menurutnya, revaluasi aset tentunya akan menguntungkan negara maupun perusahaan itu sendiri.
"Jangan posisikan revaluasi itu seolah-olah todong, suruh orang bayar, tanpa dapat untung. Saya katakan, ini win win solution. Bagi yang melakukan revaluasi, untungnya struktur keuangan sehat. Negara untung karena dapat penerimaan," katanya.
Sementara bagi perbankan nasional sendiri, mantan Wakil Menteri Keuangan era Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan bahwa revaluasi ini akan meningkatkan Capital Adequacy Raio (CAR). Hal ini pun telah terbukti karena di tahun lalu, sudah ada beberapa bank yang merevaluasi asetnya.
"Aset bertambah, ekuitas juga ikut bertambah. Untuk bank, apabila melakukan revaluasi dengan senang hati, akan menambah CAR. Bahkan, ada beberapa bank yang bertambah di atas 20 persen setelah revaluasi," jelas Bambang.
Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, mengatakan, dari total Rp20 triliun, mayoritas terbesar dikontribusikan oleh Wajib Pajak BUMN. Sisanya, diikuti oleh swasta dan Wajib Pajak Orang Pribadi.
"Rp10,6 triliun dari Wajib Pajak BUMN, Rp9 triliun dari swasta, dan Rp7 miliar dari Wajib Pajak Orang Pribadi, ucap Ken. (ren)
Baca Juga :
Mengoptimalkan Aset Negara
Aset pemerintah per 30 Juni 2016 mencapai Rp5.285 triliun.
VIVA.co.id
4 November 2016
Baca Juga :