Membangun Negeri Ini Tidak Bisa Hanya Satu Partai
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Partai Keadilan Sejahtera membetot perhatian publik setelah jajaran pengurusnya bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Spekulasi berkembang, partai yang saat Pemilihan Presiden 2014 berada di barisan pendukung Prabowo Subianto itu berancang-ancang menyeberang ke barisan pendukung Jokowi.
Meski penjelasan resmi telah disampaikan Presiden PKS Sohibul Iman usai pertemuan, bahwa mereka konsisten berada di Koalisi Merah Putih, namun suara-suara bahwa partai itu akan masuk koalisi pemerintah semakin nyaring. Sejumlah kebijakan yang keluar pasca pertemuan dengan Presiden Jokowi ditengarai sebagai indikator bakal bergesernya haluan partai.
Misalnya saja, penertiban kader-kader yang selama Pemerintahan Jokowi-JK vokal mengkritik. Isu pembersihan “orang-orang Anis Matta” juga kencang terdengar. Selain tidak diberi posisi di struktur kepengurusan yang baru, jabatan publik yang diemban orang-orang dekat Anis Matta kabarnya juga akan dievaluasi. Yang terbaru, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku akan digusur dari posisinya.
Pada Senin, 4 Januari 2015, Presiden PKS Sohibul Iman berkenan menerima tim redaksi VIVA.co.id di ruang kerjanya, Kantor DPP PKS, Jalan Simatupang, Jakarta. Mantan Rektor Universitas Paramadina itu menjelaskan duduk perkara ihwal pertemuannya dengan Presiden Jokowi hingga berbagai rumor yang berkembang menyertai.
Tak hanya itu, Sohibul Iman juga bercerita bagaimana langkah-langkahnya mengonsolidasikan kepengurusan, menjaga soliditas kader, masalah pendanaan, hingga bagaimana menghadapi Pemilihan Umum 2019.
Pria kelahiran Tasikmalaya, 5 Oktober 1965 itu terpilih sebagai presiden baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menggantikan Anis Matta. Sohibul terpilih dalam Musyawarah Majelis Syuro PKS di Bandung, Senin 10 Agustus 2015. Rapat yang berlangsung sejak 9 Agustus itu diikuti 69 anggota Majelis Syuro terpilih dari 34 provinsi.
Di dunia politik, kiprah Sohibul cukup panjang. Pada 1998, dia sempat bergabung dengan Partai Keadilan (PK) yang sekarang bermetamorfosis menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Namun, karena ada aturan bahwa pegawai negeri sipil dilarang menjadi pengurus partai, dia ke luar dari PK dan meneruskan kariernya sebagai peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hingga mendapatkan beasiswa doktoral ke Jepang.
Pada Mei 2004, Sohibul Iman mendapat tawaran ikut mengelola Universitas Paramadina yang didirikan oleh Nurcholis Majid atau Cak Nur. Dia kemudian menjadi Rektor Universitas Paramadina pada 2005-2007.
Sohibul Iman baru total terjun ke dunia politik dan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk pertama kalinya pada Pemilu 2009. Ketika itu, dia menjabat ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Teknologi.
Karier politik Sohibul Iman terus melejit dan bersinar terang. Pada 2013, Fraksi PKS menunjuknya sebagai wakil ketua DPR menggantikan Anis Matta yang mengundurkan diri karena ingin berkonsentrasi sebagai presiden PKS. Ayah lima anak, tiga putra dan dua putri, dari pernikahannya dengan Uswindraningsih Titus, itu kini menduduki jabatan puncak partai. Bagaimana performa kepemimpinan dan partai yang dipimpinnya itu, jutaan rakyat Indonesia bakal menjadi saksi.
Berikut petikan wawancara khusus Presiden PKS Sohibul Iman dengan tim redaksi VIVA.co.id, selengkapnya:
Isu PKS merapat pemerintah berkembang cepat setelah jajaran pengurus DPP PKS bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana. Apa sebenarnya yang dibicarakan dalam pertemuan itu?
Sudah saya jelaskan ya, kami hadir dalam rangka silaturahim atau dalam bahasa politik untuk membangun komunikasi politik. Tentu saja dalam komunikasi politik ini, didorong oleh sebuah kesadaran bahwa walaupun kami ini di luar pemerintahan, bagi kami membangun komunikasi politik dengan pemerintah adalah suatu keniscayaan, karena untuk membangun negeri ini tidak bisa hanya satu pihak atau satu partai, karena itu saya kira hal sangat masuk akal untuk kita membangun komunikasi politik itu.
Yang kedua, bahwa ini bukan sesuatu yang tiba-tiba, ini komunikasi sudah kita bangun sejak kami menyelenggarakan Munas pada awal September itu. Jadi, ini bukan sesuatu yang dadakan, apalagi dikait-kaitkan dengan persoalan politik aktual tentang reshuffle dan sebagainya, tidak ada itu.
Bisa diceritakan bagaimana awalnya?
Waktu kami mau mengadakan Munas, kan kita kepengurusan baru ini resminya pada 10 Agustus. Dan kemudian kami langsung merencanakan Munas sebulan kemudian. Dan menjelang akhir agustus itu, saya kan kebetulan berkawan baik dengan Pak Pram (Sekretaris Kabinet Pramono Anung) ya, Mas Pram cerita bahwa dalam obrolan Mas Pram dengan Pak Jokowi di pesawat itu, obrolan terkait dengan masalah Munas PKS.
Mas Pram bertanya, Pak Presiden, apakah Pak Presiden bersedia hadir di Munas PKS, kalau mereka mengundang. Kemudian Pak Jokowi mengatakan, oh saya siap hadir kalau diundang, karena beliau kan sebelumnya hadir di acaranya PBB. Kemudian Mas Pram ngontak saya, cerita obrolan itu seperti itu, kami tentu mengatakan, oh bagus Mas, kami mengatakan senang sekali. Dan ternyata 3 atau 4 hari kemudian, Mas Pram ngontak saya lagi, ternyata Presiden harus pergi ke Timur Tengah, ke Timur Tengah-nya itu kan Senin, padahal kami munas Selasa dan Rabu. Dan Pak Jokowi kan kembalinya kalau tidak salah Kamis malam, sehingga tidak jadi.
Sempat mengundang Presiden Jokowi untuk hadir ke Munas?
Oh iya, kami kan sudah ada komunikasi itu. Mas Pram begitu ya kami mengatakan oh sangat bagus, kami akan memfollow up itu. Tapi kami belum follow up secara resmi kemudian ada berita bahwa beliau mau berangkat ke Timur Tengah, tentu kalau sudah begitu kan sudah jelas ya, jadi lain kali saja. Saya kira persoalan formalnya itu menjadi tidak terlalu penting ya, tapi komunikasi sudah kita jalin.
Selanjutnya, Ikuti Jejak PAN...
Pertemuan antara PKS dan Presiden Jokowi itu terjadi hanya beberapa pekan setelah PAN bergabung ke pemerintah, sehingga publik menganggap PKS akan segera mengikuti jejak PAN?
Nggak pekan, udah bulan dong ….
Iya, tapi kan masih hangat-hangatnya, apalagi isu reshuffle juga masih ramai sekarang, sehingga memunculkan anggapan itu?
Ya saya teruskan dulu. Karena itu tidak jadi, kemudian berikutnya karena kami mau Mukernas di bulan November, itu saya komunikasi dengan Mas Pram sebagai kawan. Dalam obrolan itu, Mas Pram tanya, katanya ada Mukernas, gimana Pak Jokowi mungkin nggak hadir di situ, saya bilang Mukernas kan levelnya enggak pantaslah dihadiri oleh Presiden sehingga ya tidak jadi juga. Terus saja dalam komunikasi kami, sehingga kami masalah pertemuan kami dengan Pak Jokowi menjadi pembicaraan juga.
Nah pas kemarin itu kami sama-sama menghadiri (acara) ulang tahun Kaisar Jepang di Hotel Fairmont yang di dekat Plaza Senayan itu. Di situ kemudian terjadi obrolan lagi, akhirnya saya bilang kalau Pak Jokowi siap menerima kami dan ada waktu ya kami siap datang ke istana, dan malam itu kemudian Mas Pram memfollow up dan besoknya menyampaikan bahwa dia siap menerima kita. Jadi, kalau mau dihitung secara bulan, awalnya kan di akhir Agustus terjadi di akhir Desember, 4 bulan, jadi ini bukan sesuatu yang tiba-tiba.
Bisa dijelaskan poin-poin yang dibicarakan dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi?
Saya sampaikan, nah ini harus saya jelaskan ya. Begitu kami sampai, kami dipersilakan duduk, yang mulai menyampaikan saya, saya sampaikan, Pak Presiden, kami ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk silaturahim di mana ini kesempatan yang tertunda, kami berharap silaturahim ini adalah silaturahim yang bukan silaturahim pertama dan terakhir. Ini adalah silaturahim sebagai wujud tanggung jawab terhadap berbagai persoalan bangsa, walaupun, saya tegaskan di awal, posisi presiden dengan kami berbeda, presiden ada di pemerintahan, kami di luar pmerintahan. Justru karena berbeda inilah kami bisa saling melengkapi, itu saya tegaskan di situ.
Jadi dari awal saya sudah mengatakan, posisi sudah berbeda dan yang kedua, yang dibicarakan oleh kita ya persoalan-persoalan kebangsaan, kebetulan pada waktu itu kan kami ke sana tanggal 21 November. Tanggal 18 November itu kan adalah hari buruh atau hari pekerja migran dan kami pada tanggal 20 November merayakan itu di sini, memperingatinya di DPP. Kemudian, besoknya tanggal 22 kan ada Hari Ibu, di mana kami merayakannya pada tanggal 21 pagi, sebelum ke istana, kami memperingati Hari Ibu.
Nah ini dua topik yang pertama kami sampaikan terutama terkait dengan pandangan Fraksi PKS terkait relevansinya dengan peringatan hari ibu dalam konteks membangun bangsa dan negara. Kami punya satu konsep yang kami sebut sebagai Family Mainstreaming. Kami ingin mendapat dukungan dari pemerintah untuk kita bisa menjadikan keluarga ini sebagai unit terkecil di dalam membangun bangsa itu sendiri dan beliau sangat merespons. Yang kedua kami sampaikan tentang pekerja migran, kami punya konsep yang sangat luar biasa khususnya kepada pekerja-pekerja perempuan yang di luar negeri itu.
Ini kemudian Pak Jokowi menyambung juga bahwa kalau pekerja wanita itu ke luar negeri sebagai pekerja migran ini kan sebetulnya sangat terkait erat dengan tatanan keluarga. Mereka yang pergi ke luar negeri itu justru keluarganya berantakan. Maka di forum itu, saya juga baru pertama kali mendengar dari beliau, beliau justru punya keinginan untuk menyetop pengiriman tenaga kerja wanita.
Bagi kami ini tentu suatu hal yang positif terutama bagi keutuhan keluarga masyarakat Indonesia ini, walaupun tentu kami juga sampaikan itu bukan perkara mudah karena harus menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga dari situ kami berbicara juga terkait masalah perekonomian, kami sampaikan bahkan terkait masalah pajak, saya bilang Pak Presiden ini sangat berat masalah pajak, oh beliau sampaikan iya kami coba tekan, beliau sampaikan Insya Allah kekurangan pajak ini Rp195 triliun dan beliau akan menekan defisit APBN itu tetap berada di bawah 3 persen, beliau sebutkan 2,7 persen.
Dari situ, kemudian berkembang lagi pembicaraan tentang ekonomi, ketahanan pangan, pembangunan infrastruktur, kemudian reformasi birokrasi, dan sebagainya. Itu pembicaraan yang betul-betul kita membicarakan persoalan-persoalan aktual. Seperti itu pembicaraan kami.
(Presiden PKS Sohibul Iman di ruang kerjanya)
Adakah dari pembicaraan itu yang menghasilkan kesepakatan dan akan ditindaklanjuti bersama?Oh tidak ada. Kemarin itu kita benar-benar silaturahim awal. Jadi satu hal yang disampaikan oleh beliau, kami sudah membuka itu, beliau mengatakan terima kasih untuk silaturahmi yang kita lakukan karena beliau tekankan sejak beliau dilantik, dari seluruh partai politik yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di parlemen, itu semua sudah bersilaturahim dengan beliau, hanya PKS yang belum. Bahkan beliau sampaikan mungkin karena beliau tahu kami berada di KMP.
Beliau secara khusus menyebutkan partai-partai di KMP semua sudah pernah bersilaturahim dengan beliau, kenapa PKS tidak nyambung-nyambung. Karena itu saya juga sampaikan Insya Allah komunikasi ini menjadi awal yang baik bagi kita untuk berkomunikasi membicarakan persoalan kebangsaan. Ya tentu di situ masing-masing pihak saya juga menyampaikan ini bukan silaturahim terakhir, artinya saya juga berkehendak kalau kemudian ada pertemuan. Beliau juga menyampaikan sore ini pertemuannya nih kayaknya terlalu pendek beliau sampaikan nanti kapan-kapan kita bertemu lagi.
Jadi artinya sama-sama menyambut baik silaturahim itu dan sama-sama punya keinginan untuk menjalin terus silaturahim ini, tapi tidak ada hal yang spesifik gitu, artinya berikutnya akan bicara apa, sama saja kita ingin berbicara soal kebangsaan.
Apakah berpengaruh terhadap garis kebijakan baru di parlemen?
Sebetulnya begini, bagi kami kalau mengatakan kami oposisi loyal itu sudah jelas bahwa kami di luar pemerintahan, kami akan mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro pada masyarakat, tapi kami juga akan mendukung pemerintah pada kebijakan yang pro rakyat.
Masalah soft ataupun keras itu kan sebetulnya persoalan gaya ya, paling penting itu adalah kita punya ketegasan. Di sini tentu saja teman-teman melihatnya ada orang yang sering bicara vulgar, ada yang tidak, kami tentu saja punya kesadaran kami ini partai dakwah dan kita tentu harus berani mengatakan yang benar itu benar. Jadi saya kira ini persoalan cara, tetapi substansinya kami adalah kami akan mengkritik pemerintah dan kemudian kami juga akan mendukung pemerintah. Jadi tidak ada istilah melunak, kami tidak akan lunak, kami tetap tegas.
Tapi yang kemudian berkembang, ada isu bahwa PKS akan mengganti kader di pimpinan DPR dan penertiban kader-kader yang keras mengkritik di media sosial, sebenarnya seperti apa?
Ya, saya katakan silakan di open society, di masyarakat yang terbuka ini, orang mau buat spekulasi silakan. Tapi kan spekulasi itu akan mempunyai kredibilitas ketika rangkaian perisitiwa yang spekulasinya itu masuk akal. Nah kalau tidak masuk akal, sulit juga hal-hal yang seperti itu kita percaya, nah di sini jelas kalau kita melihat, rangkaian peristiwa-peristiwa yang ada, kami melihat bahwa sebetulnya tidak ada hubungannya sama sekali, cuma kalau spekulasi ya tentu bagi kami tidak bisa melarang orang berspekulasi, tapi kami juga berhak menyampaikan apa yang sebenarnya yang kami lakukan. Jadi itu adalah perstiwa-peristiwa yang tidak ada hubungannya sama sekali.
Selanjutnya, Pergantian Fahri Hamzah...
Benarkah DPP PKS akan mengganti Fahri Hamzah yang kini duduk sebagai pimpinan DPR?
Saya sudah jelaskan bahwa di PKS dalam berorganisasi, kami sama dengan organisasi lain, melakukan evaluasi-evaluasi, seluruhnya kita evaluasi terkait dengan kinerja masing-masing kita, saya kira tidak terkecuali Pak Fahri masuk dalam evaluasi kita.
(Presiden PKS Sohibul Iman di ruang kerjanya)
PKS memandang kinerja pemerintahan selama ini bagaimana?
Ya saya sampaikan sebetulnya waktu satu tahun juga kan, bahkan di Mukernas juga saya sampaikan mana kinerja yang baik dan kinerja yang tidak baik. Kalau kita misalnya sekarang fokus kepada persoalan kesejahteraan rakyat saya menilai pemerintahan Jokowi ini belum mampu mensejahterakan rakyat.
Pertama indikasi dari masalah pertumbuhan ekonomi saja, posisi kita ini sangat jauh daripada yang pernah kita canangkan, dari situ kan jelas kalau pertumbuhan ekonomi sangat rendah itu tidak akan menciptakan lapangan pekerjaan krn itu menciptakan pengangguran. Nah ini kami jelas, mendesak pemerintah agar pemerintah bisa meningkatkan kinerjanya di pertumbuhan ekonomi ini.
Nah yang kedua saya beberapa kali ditanyakan oleh media kalau begini apakah perlu reshuffle atau tidak, saya termasuk yang berpendapat saat ini bukan reshuffle yang utama. Yang utama adalah bagaimana memperbaiki cara pengelolaan kabinet, cara pengelolaan pemerintah, karena saya melihat sebetulnya mereka yang berada di kabinet saat ini, sebetulnya sudah mumpuni mereka. Tinggal bagaimana mereka ini dikelola lebih baik lagi sehingga memberikan kinerja yang lebih optimal.
Contoh Pak Darmin Nasution, kurang apa beliau, saya secara pribadi dan juga mendiskusikan dengan teman-teman, beliau adalah orang yang cukup baik prestasinya sejak jaman Dirjen Pajak sampai Gubernur Bank Indonesia, banyak kebijakan beliau yang bagus sekali. Kalau sekarang beliau sudah ada di kabinet ternyata beliau tidak optimal, menurut saya ini kan ada persoalan pengelolaan ataupun koordinasi di kabinet.
Maka saran saya lebih utama memperbaiki pola koordinasi kabinet daripada membuat reshuffle. Tapi tentu ini sebagai saran dari kami. Pergantian kabinet adalah hak prerogatif presiden, silakan saja presiden, tapi pendapat kami seperti itu. Dari seperti ini kan jelas, bagi saya tidak karena datang ke istana kemudian berubah pendapat saya, seperti itu pendapat saya sejak sebelum ke istana.
Kepengurusan PKS yang baru sudah berjalan satu semester. Konsolidasinya sudah selesai?
Sebenarnya baru empat bulan, empat bulan itu satu partai , Insya Allah kalau dari sisi kepengurusan sekarang ini masanya pelantikan kelengkapan struktur di bawahnya. Kalau ketua DPW, pengurus inti DPW sudah selesai, tinggal bidang-bidang di bawahnya. Yang kedua DPD-DPD tingkat kabupaten kota, itu tinggal dibawah-bawahnya juga, kalau Ketua, Sekum, dan Bendahara intinya sudah semuanya.
Insya Allah dari sisi struktur sih sudah selesai, tentu yang berikutnya yang harus kami genjot lagi adalah menyamakan visi karena kita di Munas sudah punya Visi dan arah atau guidance ke depan. Ini kan tidak serta merta bisa dipahami oleh struktur di bawah dan juga oleh kader. Karena itu dalam enam bulan ini kita akan mencoba menyamakan persepsi agar kader bisa benar-benar memahami arah ke depan ini seperti apa.
Dulu Wasekjen itu banyak, sekarang jadi berkurang. Kebetulan orang-orang yang sebelumnya di posisi itu dikenal sebagai public figure, sehingga ketika mereka tidak lagi berada dalam struktur muncul isu pembersihan orang-orang lama?
Ya saya kira kalau isu pembersihan itu mah di wartawan saja ya. Itu mah wartawan yang bikin. Kata wartawan ini konon, kata ini konon, ternyata sesama wartawan yang konon-konon. Jadi begini saya ingin jelaskan terkait dengan masalah wasekjen, kami kepengurusan sekarang, itu punya filosofi bahwa yang namanya Sekretariat Jenderal itu adalah pihak yang mengurus Rumah Tangga Partai. Adapun yang keluar itu adalah presiden plus bidang dan badan. Karena merekalah yang sangat paham tentang bidang badan itu.
Tentang ekonomi ya bidang badan Ekuintek, tentang hukum ada Polhukam, kemudian tentang pendidikan ada Kesra, mereka yang bicara keluar. Karena itu kesekretariatan Jenderal itu tidak perlu banyak, dia cukup ada Sekjen, karena Sekjen membantu presiden untuk juga ada aspek keluarnya. Sekjen inilah yang mengelola itu. Dengan kepengurusan yang lalu memang berbeda.
Dulu filosofi yang saya tahu di kepengurusan yang lama, itu wasekjen itu punya peran ke eksternal sehingga dibuat banyak. Itu tentu saja hak setiap kepemimpinan. Cuma kami punya evaluasi, kalau begitu di bidang badan justru tidak punya fungsi keluar. Ini kan persoalan mau pakai filosofi yang mana.
Nah saya dan kepengurusan di DPP punya filosofi seperti itu. Jadi tidak ada urusannya dengan tidak pakai orang dan sebagainya, kalau di dalam Ilmu manajeman itu kan ada yang namanya Structure Follow Function, fungsi itu adalah arah. Dengan folosofi seperti itu, berarti strukturnya ngikutin itu. Jadi structure follow function, maka strukturnya jadi seperti ini. Baru setelah itu, person follow structure, karena strukturnya seperti ini, orang-orang seperti apa yang bisa ditempatkan. Jadi ini sebetulnya ada filosofinya yang bisa diterapkan.
Soal pendanaan, kepengurusan sekarang rajin menarik dari kader sendiri, misalnya saat Munas ada Galibu (Gerakan Lima Puluh Ribu), apa itu cukup untuk membiayai operasional partai dengan target menang Pemilu 2019?
Sebetulnya pada dasarnya yang pertama ingin sekali bahwa kita ini bisa menggerakkan organisasi, to some extend, pada batas tertentu, ada pada situasi kemandirian, itu kata kuncinya. Artinya tidak terlalu banyak tergantung kepada pihak-pihak di luar organisasi. Untuk itu kami kemudian mencoba menjabarkannya, saya katakan kepada pengurus yang pertama harus kita lakukan efisiensi, karena kita mengelola partai ini supaya lebih efisien, kalau lebih efisien, tuntutan pendanaannya mudah-mudahan bisa lebih rendah dari yang dibayangkan selama ini.
Yang kedua kita optimalkan dulu peran atau kontribusi dari kader, ini kita coba. Ini kita belum mendapatkan gambaran real, sebetulnya kemampuan kader untuk menopang organisasi seperti apa. Kemarin kami coba lempar ke Munas, coba lempar ke kader, alhamdulilah kader bisa memenuhi lebih dari 60 persen dari kebutuhan Munas kita kemaren, ini juga satu hal yang membuat kami lebih optimis.
Yang ketiga kami juga ingin kepada kader-kader yang ada di PKS sendiri, yang mereka punya bisnis, kita juga ingin mereka berkontribusi lebih besar kader pada umumnya. Nah ini tentu kami akan gali. PKS tentu tidak punya pengusaha besar-besar ya, tapi siapa tahu lah, kalau cuman nyumbang sepeser dua peser tapi kalau jumlahnya banyak mudah-mudahan bisa tercukupi.
Yang keempat adalah tidak menutup dengan adanya partisipasi publik untuk membiayai partai kami. Justru di sinilah kami ingin, dengan semakin meningkatnya partisipasi publik terhadap pembiayaan partai, itu kami justru juga terdorong untuk semakin transparan dan akuntabel.
Saya kira sebuah partai politik semakin transparan dan akuntabel itu semakin baik. Karena itu keterlibatan publik dalam pengelolaan partai kami ini juga akan kami gali. Jadi tidak benar kalau PKS menutup dari partisipasi publik yang kecil maupun publik yang besar, selama mengikuti peraturan perundang-undangan. Ini harus dicamkan ya, karena nanti dikiranya kami hanya menutup diri, kami juga sadar dengan yang empat itu, efisiensi dari kader, kalau bisa punya bisnis, dan yang keempat dari partisipasi publik.
(Presiden PKS Sohibul Iman)
Kinerja kepengurusan yang baru diuji dalam Pilkada serentak, evaluasinya seperti apa?
Sebetulnya kita tidak bisa mengklaim sebagai kinerja yang sekarang karena itu kan proses sudah dari yang sebelumnya. Ya kami sangat berterima kasih kepada kerja-kerja yang dilakukan oleh pengurus sebelumnya. Ada kan kita dari sisi jumlah kader yang memenangkan pilkada, dari 40 kami memenangkan di 16. Artinya adalah kita 40 persen berhasil di dalam memenangkan kader-kader.
Ini tentu saja prestasi yang kami sangat syukurin, memang awalnya kami ingin di atas 50 persen, tapi 40 persen ini adalah bukan prestasi yang buruk. Ini cukup baik. Yang kedua kalau yang kami usung, kami dukung, artinya bukan kader PKS, ini kan memang sulit ya mengklaimnya.
Saya termasuk yang berhati-hati, karena satu kepala daerah yang sukses didukung oleh banyak partai, yang bukan kader kami mengklaim juga, ini seolah-olah di Indonesia ada dua ribu Pilkada, karena masing-masing partai mengatakan, misalnya PKS mengklaim kami berhasil memenangkan di 140 an pilkada, partai lain menyebut 150, di total-total ada dua ribuan, ada 1500 pilkada.
Nah tetapi seperti diberitakan di publik, Alhamdulilah koalisi di Pilkada yang kemenangannya sangat besar. Tentu bagi kami ini sangat membanggakan, terutama bagi kami untuk meraih kemenangan besok 2017 Pilkada lagi dan kemudian sampai 2019, yang kami banggakan adalah Insya Allah mesin partai nampak, struktur dan mesin partai sudah panas. Nah ini jika dikaitkan dengan konsolidasi, kami meyakini konsolidasi ini berjalan dengan baik, buktinya adalah keterlibatan atau garis struktur di dalam kemenangan Pilkada sangat membanggakan kami.
Persiapan Pemilu 2019 bagaimana strateginya?
Pemilu 2019, ya kita lakukanlah persiapan, step by step. Karena di depan ada 2017, ada 2018, tentu ini menjadi batu, ya milestone kemenangan di 2019. Kami kan sudah menetapkan di amanat Munas, kami ingin naik kelas dari partai papan tengah dari 5-10 persen, ingin ke papan atas diatas 10 persen. Dan semua bersepakat ingin 12 persen, tentu ini harus bangun strategi ke sana. Strateginya seperti apa, ya jangan dikasih tahu, itu rahasia perusahaan. Insya Allah nanti pada waktunya strateginya akan kami lakukan tahapannya.
Akan mengusung capres dari kader sendiri?
Sebetulnya gini pasti setiap partai ingin mengusung capres, anehlah kalau partai tidak mengusung capresnya sendiri. Tapi kan sekarang ini masih ada ketentuan perundang-undangan yang belum firm ya, karena sekarang dengan digabungnya pileg dengan Pilpres kan tidak ada lagi electoral threshold, logika umumnya, tapi kan kalau nanti pas kita pembahasan undang-undang Pilpres, boleh jadi itu akan dimunculkan.
Ini kan belum jelas seperti apa prosesnya. Saya kira nanti kalau prosesnya sudah jelas mekanismenya, saya kira semua pertai persiapannya akan konvergen ke sana. Kalau sekarang ini saya kira semua masih cair. Tapi menginventarisir kader-kader potensial ya tentu kami lakukan.
Terkait Pilkada DKI Jakarta 2017, kabarnya PKS sudah menentukan siapa yang akan diusung menjadi kandidatnya?
Kemarin sudah disampaikan oleh DPW DKI nya, jadi kami saat ini belum sampai kepada penetapan orang. Proses internal tetapi sudah berjalan, pemilihan internal, Pemira, sudah berjalan di kami. Sekarang kami sedang mengompilasi dari Pemira itu siapa saja, apa diambil tiga besar atau lima besar, nah kalau nanti kita sudah sepakati itu, langkah berikutnya kami akan uji publik, calon yang dari internal itu ikut dalam tiga besar atau lima besar. Nanti lewat uji publik itulah kita melihat mana yang visibel untuk dimajukan ke Pilkada DKI. Ya tentu sebagai partai kita harus menyiapkan untuk DKI 1 maupun DKI 2.
Kualifikasi yang diharapkan PKS dari tiga atau lima besar ini seperti apa?
DKI ini kan kota metropolitan yang sangat kompleks, karena itu kita harapkan adalah mereka yang menjadi calon pemimpin DKI ini adalah mereka yang memiliki kemampuan atau pemahaman terkait dengan kompleksitas di DKI ini. Saya kira itu yang pertama. Yang kedua tentu saja dia harus memiliki akseptabilitas di masyarakat DKI ini, karena bagaimanapun seseorang mampu luar biasa kalau tidak ada akseptabilitas sulit, kuncinya kan itu. Ketiga saya kira karena DKI ini dengan kompleksitas dan sebagainya itu maka membutuhkan figur yang mampu merajut kebersamaan dengan yang lain, baik itu dengan partai politik maupun dengan ormas-ormas.