Anggota DPR Beri Saran Bagaimana Kalahkan Pembakar Hutan
VIVA.co.id - Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Nizar Zahro, memberikan tanggapan atas ditolaknya gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) senilai Rp7,8 triliun atas kasus kebakaran hutan 2014 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang. Dalam putusannya, majelis menilai, penggugat tidak bisa membuktikan adanya perbuatan melawan hukum dan unsur kerugian.
“Ada langkah hukum lain yang bisa dilakukan Kementerian LHK. Dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah, kewajiban melindungi hutan dalam areal kerjanya melekat pada pemegang izin, sehingga tidak perlu pembuktian mengenai siapa yang membakar lahan tersebut ketika terjadi pembakaran hutan atau lahan,” ujar Nizar, Selasa 5 Januari 2016.
Dia menjelaskan, lahan gambut ialah salah satu ekosistem yang sangat ringkih, apalagi yang sudah kehilangan tutupan pohon, lahan gambut yang terlihat itu sebenarnya ada tutupan pohon namun sudah hilang, sudah kritis dan bahaya.
“Pembakaran tersebut merupakan suatu perbuatan yang termasuk abnormally dangerous activity maka tanggungjawabnya adalah mutlak. Artinya, kita tidak perlu permbuktian. Ini terkait dalil strict liability,” ucap Nizar.
Lebih lanjut, pemerintah bisa melupakan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) untuk menggugat, tetapi menggunakan strict liabity yang dikehendaki oleh undang-undang.
“Dasarnya di Indonesia masih sulit karena gugatan biasanya Perbuatan Melawan Hukum. Biasanya dalam gugatan diminta untuk menyatakan bahwa tegugat melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Kemudian hal tersebut itu membuat hakim secara naluriah melihat pembuktian," kata Nizar.
Dia menyarankan bukan Perbuatan Melawan Hukumnya yang menjadi dalil gugatan, tetapi perbuatannya secara instrinsik sudah merupakan abnormally dangerous activity, yaitu di dalam gugatan memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan perbuatan tergugat merupakan perbuatan membahayakan, tidak dapat dipulihkan kembali.
"Maka itu dapat selesai, tanpa perlu pembuktian. Sebab peraturan-peraturan yang menjadi dasar atau landasan gugatan strict liability yang dapat digunakan oleh Pemerintah,” kata politikus asal Madura ini.
Nizar menjelaskan ada beberapa pasal yang bisa diandalkan, di antaranya adalah Pasal 48 ayat (3), Pasal 34, Pasal 49 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 PP No.4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Perusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup; dan Pasal 6, Pasal 8 ayat (2) dan (4), Pasal 18 ayat (1) dan (2), dan Pasal 30 PP No.45 Tahun 2004tentang Perlindungan Hutan.
“Peraturan di atas menyebutkan bahwa kewajiban melekat pada pemegang izin. Intinya Pemegang izin pemanfaatan hutan dan pemegang izin penggunaan hutan atau pemilik hutan bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya," kata Nizar.
Maka, lanjut dia, tidak usah ditanya siapa yang bakar lagi hutan tersebut. Kemudian juga setiap usaha wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran.
"Namun, banyak juga perusahaan yang tidak memenuhi itu semua karena dianggapnya cost atau pengeluaran yang membebani perusahaan,” kata Nizar.
(ren)