Sepak Terjang Pemerintah Perjuangkan Kedaulatan Energi
- Raden Jihad Akbar / VIVA.co.id
VIVA.co.id - Sejak dilantik, pemerintahan Joko Widodo telah melakukan sejumlah gebrakan dan keputusan-keputusan di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM). Pemerintah berkomitmen membenahi sektor ESDM dan menegakkan kedaulatan di sektor ini.
Gebrakan pertama yang diambil adalah memutus rantai mafia minyak dengan membubarkan Pertamina Trading Energy Limited (Petral).
Atas rekomendasi Tim Rekomendasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina memutuskan membubarkan Petral, pada pertengahan Mei 2015. Pembubaran ini disepakati oleh Menteri ESDM Sudirman Said dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
Dengan pembubaran Petral, aset-aset perusahaan yang bermarkas di Singapura ini akan beralih kepada Pertamina. Kewenangan dan tugas-tugas Petral untuk melakukan pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah mentah pun berpindah kepada Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Petral disebut-sebut sebagai sarang mafia dan korupsi triliunan rupiah dari impor BBM. Langkah pembubaran Petral yang diikuti dengan audit, otomotis melikuidasi semua aktivitas pengadaan impor BBM di tubuh Petral. Pembubaran Petral diklaim bisa membuat pengadaan minyak bisa lebih efisien.
Selain membubarkan Petral, pemerintah pun juga menata sektor gas. Kementerian ESDM melarang trader gas yang bermodalkan kertas. Kementerian ini mewajibkan pedagang gas (trader) harus punya infrastruktur gas.
Sudirman pun merilis Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi.
Dengan demikian, rantai distribusi dan transportasi dipangkas, sehingga harga gas bisa ditekan. Alokasi gas untuk trader gas pun hanya bisa diberikan kepada BUMN, Badan Usaha Milik Daerah, dan swasta yang mempunyai infrastruktur gas. Selain itu, mereka hanya boleh menjual gas kepada konsumen akhir.
Langkah-langkah reformasi kementerian dalam membenahi sektor ESDM tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan.
Sudirman mengatakan, pembenahan di sektor ini merupakan tantangan yang cukup berat. Pihaknya harus bekerja keras untuk mengelola sektor ini dengan benar tanpa ada kepentingan tertentu. Sebab, selama ini sektor ESDM diselubungi banyak kepentingan tertentu yang bisa menjerat pejabat-pejabat kementerian.
"Budaya kerja yang lekat dengan kepentingan pribadi juga menjadi masalah tersendiri. Tidak heran, banyak pejabat eksekutif dan legislatif di sektor ini bermasalah hukum dan masuk penjara. Termasuk, menteri pendahulu saya dan sekretaris jenderal, serta Kepala SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi)," kata dia, ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Jumat 25 Desember 2015.
Selain membenahi hal-hal yang bersifat teknis, eks direktur PT Pindad ini pun juga melakukan reformasi di internal kementerian.
"Secara keseluruhan, di samping harus membenahi hal-hal teknis, saya juga harus melakukan reformasi institusi yang mencakup penataan kepemimpinan, sumber daya manusia, cara kerja, dan budaya organisasi," kata dia.
Kedaulatan nasional
Tak hanya membenahi sektor Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah juga mengambil langkah berani untuk menegakkan kedaulatan energi nasional, dengan tidak memperpanjang kontrak Total E&P Indonesie dan Inpex terhadap Blok Mahakam yang akan habis pada 2017, dan keberpihakan pada perusahaan nasional. Pemerintah menyerahkan penguasaan blok migas di Kalimantan Timur itu kepada PT Pertamina sepenuhnya pada 16 Desember 2015.
Pertamina telah menandatangani head of agreement (HoA) pengambilalihan Blok Mahakam dan mulai tahun depan, masa transisi blok itu dimulai hingga 2017. Kesepakatan ini mendapat pujian dari rakyat Indonesia, karena dinilai sebagai sebuah langkah mengembalikan kedaulatan nasional dalam mengelola sumber daya alam.
Pemerintah juga memperbesar kepemilikan saham Pertamina dalam kontrak kerja Blok Offshore North West Java (ONWJ), yang kontraknya akan berakhir tahun 2017. Dalam perpanjangan kontrak itu, pemerintah menaikkan saham Pertamina dari 58,27 persen menjadi 72,5 persen, sehingga komposisi sahamnya menjadi Pertamina 72,5 persen, EMP ONWJ 24 persen, dan Kufpec 2,5 persen.
Selain Blok Mahakam, masih ada banyak blok akan habis masa kontraknya. Tahun depan, pemerintah akan fokus terhadap enam blok migas yang akan habis pada tahun 2018, seperti Blok Rokan dan Blok Ogan Komering.
Pemerintah memberikan prioritas pertama kepada Pertamina untuk mengambilalih blok-blok migas yang akan habis.
Keberpihakan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini didukung dengan langkah pemerintah merilis Peraturan Menteri ESDM No. 15 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya.
Dalam aturan itu, ada empat opsi terhadap blok migas yang akan berakhir kontraknya, yaitu blok tersebut diberikan kepada Pertamina, dilanjutkan oleh KKKS yang lama, dikelola bersama, atau bisa diberikan kepada operator baru.
Tetapi, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, belum tentu blok-blok ini akan bernasib sama seperti Blok Mahakam, yaitu diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina. Ada beberapa hal yang dipertimbangkan kementerian, misalnya karakteristik blok migas dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
"Yang terpenting, dikelola dengan cara yang profesional, objektif, dan transparan," kata dia.
Hal serupa juga dikatakan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, I.G.N. Wiratmaja Puja.
Wiratmaja mengatakan, opsi lelang pun terbuka, apabila Pertamina dan operator lama tidak berminat mengelola suatu blok yang akan berakhir masa kontraknya.
"Kami melihat saja. Tergantung. Mungkin saja ada (kontraktor) yang tidak mau perpanjang kontrak, lalu Pertamina tidak mau, ya, kami lelang," kata dia pada Rabu 23 Desember 2015.
Renegosiasi kontrak pertambangan
Di sektor pertambangan, pemerintah sudah meminta puluhan kontrak karya (KK) untuk mengamandemen kontraknya. Pada Rabu, 23 Desember 2015, Menteri ESDM Sudirman Said menandatangani 21 amandemen kontrak yang terdiri atas sembilan amandemen KK dan 12 amandemen perjanjian karya pengusaha batubara (PKP2B).
"Penandatanganan amandemen sembilan KK dan 12 PKP2B merupakan langkah konkret pelaksanaan amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara," kata Sudirman.
Dengan ditandatanganinya 21 amandemen PKP2B, total sudah ada 32 amandemen kontrak yang telah diteken. Yakni terdiri atas 10 KK dan 22 PKP2B.
Pemerintah kini tengah fokus melakukan negosiasi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia, yang akan habis masa kontraknya pada 2021. Negosiasi ini menjadi sorotan utama masyarakat Indonesia, karena akan menentukan masa depan pengelolaan tambang Grasberg di Papua, yang merupakan tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia, dan ketiga terbesar di dunia.
Anak perusahaan asal Amerika Serikat, Freeport McMoRan Copper itu sudah mengeruk sumber daya alam tambang Grasberg, yang diperkirakan memiliki cadangan 46 juta ons emas selama 48 tahun. Freeport berhasil mendapat perpanjangan kontrak karya satu kali pada 1991 sampai 2021, dan bisa mendapat kemungkinan perpanjangan sampai 2041.
Bahkan, Freeport dan Pemerintah Indonesia sudah menyepakati kelanjutan operasi komplek pertambangan Grasberg setelah 2021. Hal itu sempat menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, karena publik menginginkan tambang Grasberg dikembalikan penguasaannya kepada negara.
Negosiasi perpanjangan kontrak Freeport sudah mencapai kesepakatan atas 15 aspek, yakni terkait 11 poin aspirasi Pemerintah dan Masyarakat Papua, serta empat poin yang menjadi domain pemerintah pusat. Kesepakatan paling penting adalah mengembalikan 58 persen wilayah kerja kepada Pemerintah dengan menciutkan wilayah pertambangan Freeport menjadi 90.360 hektare (Ha), dari semula 212.950 Ha.
Tinggal dua poin yang belum disepakati, yaitu nilai kontribusi kepada penerimaan negara, dan status hukum kelanjutan operasi sesudah tahun 2021.
Sudirman menegaskan, pemerintah belum akan memberikan perpanjangan kontrak kepada Freeport, karena rezim KK harus berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan keputusan atas kelanjutan kontrak, baru bisa dibuat paling cepat dua tahun sebelum kontrak habis. Artinya kontrak Freeport baru dapat diperpanjangan pada 2019.
Sementara itu, terkait penerimaan negara, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, mengatakan pihaknya akan membahas hal tersebut bersama Kementerian Keuangan.
Divestasi saham Freeport juga menjadi poin penting dalam renegosiasi kontrak. Perusahaan tambang multinasional ini harus melepas saham 10,64 persen tahun ini untuk menggenapi jumlah saham menjadi 20 persen sebagai syarat amandemen kontrak. Pemerintah memberikan waktu hingga 14 Januari 2016 bagi Freeport untuk menawarkan sahamnya.
Namun, hingga kini, perusahaan ini belum juga menawarkannya kepada pemerintah. "Sekarang Freeport sedang menghitung asumsinya. Yang jelas, dia diberikan waktu sampai 14 Januari untuk menawarkan, setelah batas Oktober kemarin," kata Bambang.
Setelah ditawarkan kepada pemerintah, pemerintah akan mengkaji nilai saham Freeport, bernegosiasi harga, lalu memutuskan apakah akan membelinya atau tidak. Jika tidak, pemerintah telah menyiapkan beberapa opsi untuk menyerap divestasi saham Freeport. Yakni, menawarkan saham itu kepada BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau melalui penawaran umum perdana (IPO) di bursa saham Indonesia.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, telah menyiapkan dua perusahaan pelat merah, yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) untuk membeli saham Freeport.
Sudirman pun berjanji akan melibatkan masyarakat Papua, dalam pembelian saham Freeport. "Pemerintah Pusat akan terus berdialog dengan masyarakat dan Pemerintah Daerah Papua, dalam rencana pembelian saham Freeport," kata dia, usai bertemu Gubernur Papua Lukas Enembe, Senin 21 Desember 2015.
Sudirman mengaku saat ini, pemerintah terus mendorong agar divestasi saham akan bisa terealisasi. Bahkan, dia mengklaim seluruh aspirasi masyarakat Papua, terkait renegosiasi kontrak Freeport telah diajukan dan dibahas.
"11 Poin yang menjadi tuntutan masyarakat dan orang Papua, sebagian akan direalisasikan dalam kepemilikan saham Freeport," kata dia.
Pemerintah juga menagih pembangunan smelter kepada Freeport. Pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, diklaim sudah mencapai kemajuan sekitar 13 persen.
"Freeport sudah memiliki dan mengoperasikan smelter di gresik, dan sedang bersiap-siap melakukan ekspansi smelter kapasitas tambahan untuk mengantisipasi dimulainya pertambangan bawah tanah," kata Sudirman.
Catatan untuk pemerintah
Penguasaan sumber daya alam dan energi oleh negara, sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33, masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan ke depannya. Pembenahan di sektor minyak dan gas, pengelolaan eksplorasi sumber pertambangan dan migas harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.Â
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, meminta pemerintah menyerahkan blok migas yang akan habis kontraknya kepada Pertamina sepenuhnya. Misalnya, Blok Migas Rokan yang saat ini dikelolaoleh PT Chevron Pasific Indonesia dan masa kontraknya akan habis pada 2021.
"Pemerintah jangan mencari dalih. Itu harus diserahkan kepada Pertamina. Jangan diperpanjang. Pertamina harus diberi kesempatan," kata Marwan ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Jumat 25 Desember 2015.
Marwan juga meminta pemerintah tegas dengan ketentuan yang telah dibuat terhadap Freeport, yakni melarang ekspor mineral mentah (ore) sesuai amanat undang-undang Minerba. Dia pun juga meminta agar pada 2021, pemerintah menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan tambang multinasional ini.
"Tahun 2021, kita harus jadi mayoritas," kata dia.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi, mengapresiasi langkah pemerintah dalam membenahi sektor Energi Sumber Daya Mineral, seperti membubarkan Petral. Pembubaran Petral ini dinilai bisa mengefisiensikan pengadaan minyak BBM.
"Selama ini, importasi migas tidak dari produsen. Tetapi, sudah ada kemajuan pemerintah. Lewat ISC (Integrated Supply Chain), importasi sudah dibenahi," kata Kurtubi ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Jumat 25 Desember 2015.
Meski demikian, importasi BBM masih perlu dibenahi. Menurut politisi Nasional Demokrat itu, pengadaan minyak dan BBM saat ini, masih lewat pedagang (trader), meskipun para pedagangnya diundang secara resmi oleh perusahaan pelat merah itu.
"Tetapi, kalau lewat dan melalui tender yang benar dan tidak ada penyogokan, tetap saja dia trader. Trader isn't producer," kata dia.
Kurtubi mengatakanm DPR masih menggarap revisi UU Migas. Nantinya dalam revisi UU Migas, akan dipertegas bahwa kekayaan sumber daya alam itu untuk negara dan pengelolaannya juga diserahkan kepada negara 100 persen. Dalam revisi itu, akan ada bahasan bahwa blok migas yang akan habis masa kontraknya, harus dikelola oleh negara 100 persen.
"Kalau pengelolaannya kepada negara, otomatis kontrak (blok migas) akan ke NOC, atau perusahaan minyak nasional.
Kalau sekarang, berbelit-belit, harus ke SKK Migas dulu," kata dia.
Kurtubi juga mengatakan pemerintah perlu membentuk panitia khusus (pansus) tentang Perpanjangan Kontrak Freeport.
Dalam pansus itu, akan dilihat alasan divestasi Freeport sebesar 30 persen pada tahun 2021. Padahal, dalam perpanjangan KK Freeport tahun 1991, tercantum bahwa divestasi yang harus dilepas perusahaan ini sebesar 51 persen.
"Makanya, kalau nanti ada terbentuk pansus Freeport, harus dibongkar siapa yang bertanggung jawab. Pada KK tahun 1991, ada hak pemerintah sebesar 51 persen, tapi, kok sekarang 30 persen. Saya pikir, harusnya pemerintah mulai mempertimbangkan apabila perlu membentuk tim khusus untuk mengatasi perpanjangan kontrak Freeport," kata dia.
Masyarakat pastinya akan mengawasi dan menanti kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan negara atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya energi dan mineral bagi kemakmuran rakyat Indonesia.