Terapi Kanker Warsito Sudah Lama Jadi Polemik di Facebook
VIVA.co.id - Temuan teknologi Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) dan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker, dari ilmuwan Indonesia, Warsito P. Taruno sedang mendapat sorotan.
Teknologi terapi tersebut ternyata sudah menjadi polemik dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu polemik yang muncul terkait penggunaan teknologi tersebut muncul di halaman akun Facebook bernama Dr.Ahmad Kurnia Spb.k Onk.
Pengelola akun ini turut menyoroti praktik terapi kanker yang dijalani Warsito. Dalam beberapa statusnya, akun ini memosting beberapa testimoni pasien terapi kanker Warsito yang kecewa dan kemudian beralih ke layanan medis.
Misalnya testimoni seorang penderita kanker payudara bernama Yenni. Akun Dr.Ahmad Kurnia Spb.k Onk, menuliskan ibu Yenni selama 16 bulan menggunakan jaket terapi Warsito, namun hasilnya berujung derita. Kankernya tak sempuh dan malah kanker payudara pasien itu menuju stadium lanjut.
"Sangat disayangkan hanya kemoterapi yang bisa dilakukan berhubung kondisi kanker yang telah menyebar ke tulang dan tak bisa dioperasi. Semoga tidak ada Yeni-Yeni yang lain," tulis akun tersebut pada 31 Desember 2013.
Belakangan pasien Yenni yang menggunakan terapi Warsito tersebut meninggal dunia pada 12 Januari 2014.
Pasien terapi Warsito yang lain, dengan nama akun Facebook, Heni Silfiyanti mengaku hanya memakai jaket terapi Warsito hanya bertahan 4 bulan saja. Sebab setelah menggunakan jaket tersebut, benjolan di payudaranya makin besar. Kemudian oleh pihak terapi Warsito, ia disarankan untuk bersabar dan diminta mengganti alat terapinya.
"Berapa lama lagi waktu yg harus saya buang ? apakah harus mengikuti ibu Yeni yg akhirnya menyesal karena tumor sdh tdk bisa dioperasi lagi karena sudah bonyok, meletus, luka yg sangat besar..," tulis Heni.
Tak tahan, akhirnya Heni memmutuskan berhenti terapi Warsito dan beralih ke operasi.
Dalam keterangannya, akun Dr.Ahmad Kurnia Spb.k Onk menegaskan tak bermaksud menyudutkan terapi kanker Warsito, namun akun itu mengingatkan semua pihak agar jangan sampai mempertaruhkan pengobatan kanker dengan orang yang tak bertanggung jawab. Akun itu mengkhawatirkan banyaknya kasus pasien terapi kanker alternatif yang kemudian datang ke dokter dalam kondisi sudah terlambat, yakni sudah stadium lanjut.
"Kalau seandainya pasien ini datang ke dokter yang tepat dari mulai dignosis , tidaklah menderita berkepanjangn seperti ini .....karena kankernya lgs di operasi dan hilang .......coba bayangkan pasien ini karena ngikuti janji dan kriteria sembuh yang tidak sama , akhirnya menderita selama itu," tulis akun tersebut pada 5 Januari 2014.
Sedangkan pengguna Facebook lain, dengan nama akun Puguh Sudarminto menuliskan agar tidak menghakimi terapi kanker Warsito dan terapi kanker konvensional lainnya.
"Perlu dibuka kran tradisi inovasi-pembuktian dengan landasan ilmiah dan dialog. Dr Warsito Purwo Taruno adalah bukan ilmuwan biasa. Beliau adalah peraih Ahmad Bakrie Award-BJ Habibie Award BPPT Kemristek Dikti dan peraih paten internasional," tulis Puguh pada 2 Januari 2014.
Selanjutnya, saat itu, Puguh menuliskan ada kemungkinan hasil riset ECCT Warsito belum sempurna. Namun, kata dia, yang harus mendapatkan pertimbangan adalah banyak pasien terapi Wariso yang berhasil.
"ECCT juga tidak dibangun dengan metodologi mistis, namun juga metodologi & referensi ilmiah. Apalagi baru-baru ini dosen FK Unair pernah mempublikasikan temuan beliau dalam karya desertasi. Menghentikannya secara langsung adalah kurang bijak seharusnya pemerintah bisa mewadahi temuan Dr Warsito Purwo Taruno ini," kata dia.
Terbaru, polemik terapi kanker Warsito ini kemudian mendapat perhatian serius Kemenkes. Lembaga pemerintah itu pada 20 November 2015, telah menyurati Wali Kota Tangerang agar penertibkan aktivitas riset dan klinik terapi kanker milik Warsito yang berpraktik di Alam Sutera, Tangerang. Warsito juga mengaku mendapatkan surat dari kemenkes, yang memintanya menghentikan riset terapi kankernya.
Alasan Kemenkes, teknologi yang dikembangkan Warsito itu belum terbukti secara ilmiah.
Kemarin, 2 Desember 2015, Kemenkes dan pihak Warsito sudah bertemu dan menyepakati berbagai poin. Salah satunya, Kemenkes dalam satu bulan ke depan akan mengevaluasi dan mengulas dua teknologi diagnosis dan terapi temuan Warsito tersebut.
Klinik Warsito juga akan berhenti menerima klien selama evaluasi Kemenkes berjalan. Masa depan terapi dan klinik Warsito akan jelas setelah selesainya evaluasi dan ulasan dari Kemenkes.