Pupuk Makin Mahal, Petani Karet dan Sawit Menjerit
- Antara/Wahyu Putro A
VIVA.co.id - Indonesia masih dihadapkan dengan menurunnya produksi tanaman perkebunan terutama karet dan sawit khususnya kebun swadaya masyarakat.
Hal ini disebabkan karena menurunnya harga sehingga berpotensi semakin rendahnya pendapatan petani kebun. "Ditambah dengan tingginya harga pupuk nonsubsidi tidak adanya pengetahuan dan permodalan petani kebun rakyat untuk melakukan pengolahan pasca panen," ujar Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Rabu, 2 Desember 2015.
Winarno mengatakan, hal ini dinilai semakin membuat petani kebun kesulitan. Sehingga, untuk mencapai hidup layak dan sejahtera semakin susah. Ditambah lagi dengan keterbatasan lahan yang dimiliki, yakni rata-rata dua hektare (ha) per-kepala keluarga, dan semakin mahalnya pupuk nonsubsidi.
Ia menambahkan, untuk petani sawit menghasilkan pendapatan kotor rata-rata Rp3,780 juta dengan pembagian 50 persen, sehingga penghasilan bersih hanya Rp1,890 juta. "Saat ini petani banyak melakukan beberapa upaya penghematan biaya produksi. Itu karena masih sulitnya mencari bibit tanaman yang terjamin mutunya sehingga produksi akan membaik," ujar dia.
Dengan begitu, lanjut Winarno para petani terus melakukan berbagai upaya salah satunya dengan memanfaatkan limbah tanaman untuk di fermentasi. "Selama ini limbah tanaman karet maupun sawit sebenarnya sudah dimanfaatkan dengan dikumpulkannya di bawah pohon, dengan harapan kalau sudah busuk dapat di serap oleh tanaman."
(mus)