Inalum Sebagai Perusahaan BUMN Belum Mendapatkan Suport yang Real

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan
Sumber :

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan mengatakan Inalum sebagai perusahaan BUMN pada prakteknya belum mendapatkan suport yang real khususnya di tataran Pemerintah Daerah.

Komjen Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK, Yudi Purnomo: Ada Tugas Berat Memulihkan Kepercayaan Publik

"Hal ini bisa terlihat dari adanya ketidaksepahaman antara inalum dengan Pemda di Sumatera terutama terkait pajak air permukaan. Pajak air permukaan untuk pembangkit listrik inalum berdasarkan tarif industri, sedangkan Inalum memohon penerapan berdasarkan tarif pembangkit listrik," ujarnya, Rabu 25 November 2015.

Ia menambahkan, dari Pemprov, Inalum (Asahan 2) ditagih PAP berdasarkan tarif Industri progresif sebesar Rp1.444/m3, sehingga dalam satu tahun surat ketetapan pajak daerah (SKPD) lebih dari Rp500 milyar. Hal ini sangat memberatkan, tidak adil, dan Inalum bisa bangkrut karena pajak daerah ini.

DPR Telah Pilih Lima Dewas KPK Periode 2024-2029, Tumpak Hatorangan: Mudah-mudahan Lebih Baik

"Padahal PAP untuk pembangkitan listrik yang dijual ke PLN yang dikenakan kepada Asahan 1 berdasarkan tarif Rp7,5/Kwh. Pemprov Sumatera Utara sebenarnya sudah pernah minta BPKP Sumut untuk mengkaji berapa besaran PAP yang wajar untuk pembangkitan listrik untuk kepentingan sendiri atas Inalum yaitu Rp19,8/KwH.

Inalum sudah setuju dan bersedia membayar sesuai kajian BPKP tersebut dimana 240 persen lebih besar dari PAP untuk pembangkitan listrik yang dijual ke PLN yaitu Rp7,5/KwH," ucap politisi Gerindra ini.

Profil 5 Dewas KPK Periode 2024-2029, Ada Eks Jenderal Polisi hingga Mertua Komika Kiky Saputri

Ia juga menjelaskan, tarif PAP untuk pembangkitan listrik di prov lain berkisar antara Rp5 - Rp10/KwH.

"Sesuai dengan Perda dan Pergubsu, Inalum mengajukan Surat keberatan dengan terlebih dulu membayar PAP sesuai perhitungan wajib pajak sendiri yaitu Rp7,5/ KwH tapi pemprov menolak surat keberatan tersebut," jelasnya.

Saat ini Inalum masih minta legal opinion dari Jamdatun karena sebenarnya secara lisanPpak Plt Gubernur Sumatera Utara setuju dengan kajian BPKP.

Selain itu Inalum masih melakukan pembicaraan dengan pihak Dispenda untuk membuat MoU agar Inalum dapat membayar kekurangan dari kajian BPKP dibandingkan tarif ke PLN Asap dengan sebelumnya mencabut surat penolakan atas keberatan Inalum supaya tidak harus ke pengadilan pajak.

"Sesuai kajian BPKP Inalum per tahun akan membayar PAP sktr Rp86 milyar. Selain itu Inalum masih akan membayar PBB, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), Ijin Gangguan dan retribusi lain sesuai perda yang ada. Inalum mengusulkan dibuat MoU supaya Inalum dapat membayar kekurangan dari hitungan BPKP dengan catatan nanti akan diperhitungkan setelah ada ketetapan final dan surat penolakan atas surat keberatan Inalum kami minta dicabut selama proses untuk mendapatkan ketetapan yang final," ujarnya.

"Jadi satu pertanyaan yang menarik, dimana sinergi kebijakan pusat dan daerah guna memajukan Indonesia Raya kalau hal seperti ini terjadi Inalum memiliki pembangkit sendiri," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya