Ketua MPR Dorong Perubahan Kelima UUD
Jumat, 30 Oktober 2015 - 13:07 WIB
Sumber :
VIVA.co.id
- Diskusi kebangsaan antara Ketua MPR Zulkifli Hasan dan peserta Tanwir ke 26 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada Kamis malam, 29 Oktober 2015 di Manado, membahas beberapa topik. Mahasiswa secara kritis menyampaikan pertanyaan dan pernyataan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi bangsa ini.
Beberapa hal yang ditanyakan antara lain soal sosialisasi Empat Pilar MPR, korupsi, ekonomi hingga keinginan untuk mencabut mandat dari presiden Joko Widodo. Zulkifli Hasan menjawab semua pertanyaan mahasiswa.
Menurut Zulkifli, berbagai persoalan kebangsaan tidak lepas dari sistem ketatanegaraan yang ada saat ini. "Memang sistemnya sudah seperti itu," ujarnya. Karena itu, dia mempertanyakan apakah sistem ketatanegaraan sudah benar atau perlu penyempurnaan.
Berkaitan dengan penyempurnaan sistem ketatanegaraan, Zulkifli menjelaskan MPR telah membentuk Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian untuk menampung dan menyerap aspirasi masyarakat untuk perubahan sistem ketatanegaraan. "Silakan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat kepada badan atau lembaga pengkajian ini," katanya.
Untuk perubahan sistem ketatanegaraan, lanjut Zulkifli, perlu amandemen (perubahan) UUD. Sedangkan untuk perubahan UUD perlu persetujuan dari dua pertiga anggota MPR. "Perubahan UUD adalah sebuah keputusan politik," tambahnya.
Saat ini, Zulkifli mengaku sedang melakukan kerja-kerja politik yaitu berkomunikasi dengan pimpinan partai dan elit poltik untuk mendapatkan dukungan (keputusan) politik untuk perubahan UUD. "Kalau hanya PAN tidak cukup, saya dekati partai Gerindra, Partai Golkar, dan partai-partai lainnya," ujarnya.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan dua pertiga suara di MPR sebagai syarat perubahan UUD. "Kuncinya ada pada Megawati Soekarnoputri. Sebab, PDI Perjuangan partai terbesar, kursinya paling banyak di parlemen," ungkapnya.
MPR pun pernah mengundang Megawati untuk berbicara soal ketatanegaraan. "Dan Ibu Megawati juga merasakan perlunya perbaikan dalam sistem ketatanegaraan," katanya.
"Jadi tidak ada lagi KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Ketatanegaraan kita harus dibenahi," katanya.
Baca Juga :
Ketua Umum PAN Wacanakan Revisi UU Pilkada
Berkaitan dengan penyempurnaan sistem ketatanegaraan, Zulkifli menjelaskan MPR telah membentuk Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian untuk menampung dan menyerap aspirasi masyarakat untuk perubahan sistem ketatanegaraan. "Silakan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat kepada badan atau lembaga pengkajian ini," katanya.
Untuk perubahan sistem ketatanegaraan, lanjut Zulkifli, perlu amandemen (perubahan) UUD. Sedangkan untuk perubahan UUD perlu persetujuan dari dua pertiga anggota MPR. "Perubahan UUD adalah sebuah keputusan politik," tambahnya.
Saat ini, Zulkifli mengaku sedang melakukan kerja-kerja politik yaitu berkomunikasi dengan pimpinan partai dan elit poltik untuk mendapatkan dukungan (keputusan) politik untuk perubahan UUD. "Kalau hanya PAN tidak cukup, saya dekati partai Gerindra, Partai Golkar, dan partai-partai lainnya," ujarnya.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan dua pertiga suara di MPR sebagai syarat perubahan UUD. "Kuncinya ada pada Megawati Soekarnoputri. Sebab, PDI Perjuangan partai terbesar, kursinya paling banyak di parlemen," ungkapnya.
MPR pun pernah mengundang Megawati untuk berbicara soal ketatanegaraan. "Dan Ibu Megawati juga merasakan perlunya perbaikan dalam sistem ketatanegaraan," katanya.
"Jadi tidak ada lagi KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Ketatanegaraan kita harus dibenahi," katanya.
Baca Juga :
Soal Pilkada Kembali ke DPRD, Ini Kata Ketua MPR
Usulan itu perlu dikaji lebih mendalam.
VIVA.co.id
6 Februari 2016
Baca Juga :