Pajak Masih Tidak Adil bagi Wanita dan Masyarakat Miskin
Selasa, 20 Oktober 2015 - 21:02 WIB
Sumber :
VIVA.co.id
- Kebijakan pajak di Indonesia dirasakan masih memberatkan para wanita dan masyarakat miskin. Banyak ketidakadilan besaran tarif pajak yang harus dibayar masyarakat miskin, begitu pula seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarga.
"Pajak harusnya berlaku berbeda bagi pria dan wanita," kata aktivis gender dan lingkungan Titi Soentoro, dalam konferensi keenam Financial Transparency yang bertajuk "Many voices, one purpose" di Jakarta, Selasa 20 Oktober 2015.
Dia mencontohkan, pajak penghasilan (PPh) sebuah keluarga misalnya, akan dibayarkan atas nama suami. Jika istri bertindak sebagai tulang punggung keluarga, pajak penghasilan akan tetap menyebutkan nama suami sebagai wajib pajaknya.
Hal itu diatur dalam undang-undang tentang pajak penghasilan yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
"Sementara itu, perempuan tak banyak menerima manfaat dari pajak yang dibayarkan atas nama suami, seperti kesehatan reproduksi yang masih mendapat perhatian sedikit dari pemerintah," kata Titi.
Selain itu, tidak adil bagi masyarakat miskin, karena jika pajak penghasilan bersifat progresif, harusnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak berlaku merata bagi si kaya dan miskin.
"Misalnya seorang pembantu membeli rokok atau makanan, dia harus membayar PPN dengan besaran yang sama dengan yang dibayar majikannya pada rokok atau makanan yang sama," katanya.
Dia pun berpendapat, penggunaan pajak belum disampaikan secara transparan dengan baik pada masyarakat, dan para pembayar pajak.
"Saya tidak tahu ke mana uang pajak ketika kami membeli makanan, bukankah itu seharusnya dibebankan pada pengusaha makanan, bukan pembeli," tanyanya.
Dia berharap pajak bisa lebih transparan dan adil bagi pembayar dan penerimanya. "Pajak dan transparansi berkaitan erat," katanya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Dia pun berpendapat, penggunaan pajak belum disampaikan secara transparan dengan baik pada masyarakat, dan para pembayar pajak.