UU Privatisasi BUMN Hambat Perusahaan Masuk Bursa
Kamis, 15 Oktober 2015 - 18:09 WIB
Sumber :
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id
- Bursa Efek Indonesia menyebut hingga saat ini hanya 21 perusahaan pelat merah yang mencatatkan sahamnya, atau melakukan
initial public offering
(IPO) di BEI.
Jumlah tersebut dinilai masih minim, karena masih banyak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya yang berpotensi memanfaatkan dana di pasar modal.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio, menyayangkan hal tersebut. Sebab, dengan perusahaan melantai di bursa, kinerja perusahaan menjadi lebih produktif dan menjadi lebih transparan.
"Padahal, dari data menunjukkan setelah enam tahun perusahaan BUMN itu melakukan IPO, terjadi peningkatan kinerja," ujarnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis 15 Oktober 2015.
Tito mengungkapkan, banyak manfaat yang diperoleh jika perusahaan BUMN melantai di Bursa Indonesia. Di antaranya, berdasarkan pengalaman sebelumnya terjadi peningkatan dividen enam kali setelah enam tahun IPO.
Di samping itu, akan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan. Bahkan, pembayaran pajak BUMN akan meningkat empat kali lipat sejak enam tahun IPO.
"Jadi, tidak benar privatisasi perusahaan BUMN akan mengurangi jumlah pegawai BUMN," tuturnya.
Tito menambahkan, ada 13 perusahaan pelat merah yang melakukan IPO sebelum UU BUMN disahkan dan delapan perusahaan setelah UU itu disahkan. Dengan demikian, saat ini, hanya 21 perusahaan BUMN yang melantai di bursa.
Hal tersebut, lantaran terdapat 25 proses tahapan IPO yang dinilai menghambat. "Sebab, setelah UU itu ada, ada 25 tahapan yang harus dilalui untuk IPO," tuturnya.
Tito menjelaskan, paling tidak ada 13 pasal dalam UU BUMN yang menghambat IPO BUMN. Pihaknya mengusulkan ke depannya, agar ada revisi UU Privatisasi BUMN. "Jadi, bukan UU BUMN," tuturnya. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Padahal, dari data menunjukkan setelah enam tahun perusahaan BUMN itu melakukan IPO, terjadi peningkatan kinerja," ujarnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis 15 Oktober 2015.