KPK: OC Kaligis Tak Punya Legal Standing Soal Hak Tersangka
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi menjelaskan hak tersangka merupakan hak hukum yang diakui dan diatur oleh KUHAP. Ketentuan dalam KUHAP yang mengatur soal hak tersangka tercantum dalam Bab VI Pasal 50 sampai Pasal 68 KUHAP.
"Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, KPK tetap berpegang pada KUHAP sebagai ketentuan lex generalis. Sedangkan UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK merupakan lex specialis," ujar Setiadi dalam sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 13 Oktober 2015.
Ia menjelaskan dalam menjalankan tugas KPK, segala sesuatu yang terkait dengan penegakan hukum KPK tetap mengambil acuan pada KUHAP. Kecuali dalam UU KPK dan UU Tindak Pidana Korupsi sudah mengatur secara lebih detail.
Lalu, terhadap pemohon yang mempermasalahkan soal penangguhan penahanan sebagai bagian dari hak tersangka, ia menyebutkan Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang mengatur soal penangguhan penahanan.
Pasal tersebut berbunyi atas permintaan tersangka, penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan.
Menurutnya, kata 'dapat' dalam pasal Pasal 31 ayat (1) KUHAP diartikan harus ada persetujuan dari penyidik atau penuntut umum yang memiliki kewenangan secara yuridis atas penahanan bersangkutan.
Sehingga ia menyimpulkan, atas dasar itu pemohon tidak memiliki hak atas penangguhan penahanan.
Adapun batasan yang dijadikan ukuran bagi penyidik atau penuntut umum untuk penangguhan penahanan antara lain dari sudut kepentingan dan ketertiban umum. Misalnya, pemberian penangguhan penahanan tidak berlaku bagi tindak pidana pembunuhan, narkotika, dan korupsi.
Atas penjelasan di atas, Setiadi menghubungkan dengan permohonan uji materil yang diajukan pemohon.
Menurutnya, permohonan uji materi pemohon tidak sesuai dengan fakta hukum karena pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional, sebab tidak pernah mengajukan permintaan penangguhan penahanan dalam proses penyidikan KPK.
Sehingga, pemohon dianggap tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk menguji pasal ini.
Sebelumnya, seorang advokat yang menjadi tersangka kasus suap Otto Cornelis Kaligis mengajukan gugatan atas Pasal 46 ayat (2) UU KPK. Pasal tersebut berbunyi pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka.
Pemohon merasa dirugikan atas pasal ini karena frasa hak-hak tersangka tidak dijabarkan secara detail. Sehingga pasal ini juga berpotensi membatasi hak tersangka karena bisa ditafsirkan secara luas termasuk untuk kepentingan politik. (ase)