Misbakhun: Pemerintah Harus Realistis Bikin Target Pajak
Jumat, 9 Oktober 2015 - 10:05 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id
- Anggota Komisi XI DPR RI, M Misbakhun, menyatakan sangat prihatin dengan realisasi penerimaan pajak tahun 2015 ini. Sebagai Sekretaris Panja Penerimaan Negara DPR RI, dia mengaku pihaknya menghitung maksimum penerimaan pajak 2015 hanya mencapai 77 persen.
"Artinya defisit akan membengkak cukup besar. Mau tak mau pemerintah harus mencari alternatif pembiayaan baru, yakni dari utang. Itu kalau tak ada alternatif lain," kata Misbakhun, Jumat 9 Oktober 2015.
Dia menyayangkan, sejumlah pihak menentang wacana tax amnesty yang berkembang belakangan ini. Padahal, upaya itu merupakan bentuk kepedulian untuk menaikkan penerimaan negara.
Baca Juga :
Komisi IX Desak Menaker Tutup Peluang Kerja TKA
Baca Juga :
Banggar DPR: Target Tax Amnesty Terlalu Ambisius
"Jangan sampai target penerimaan pajak tinggi, realisasi pertumbuhan negatif, eh malah effort Negara malah menyebabkan konstraksi luar biasa di dunia usaha. Akhirnya semua bisa berantakan," kata dia.
Di RAPBN 2016, Pemerintah menargetkan penerimaan pajak Rp1318 triliun, naik 5,95 persen dari target 2015. Padahal yang 2015 saja diprediksi defisit besar karena tak tercapai.
"Kalau perlu diturunkan, ya turunkan dong. Bagi saya, kalau mau ada relaksasi ini, akan jadi insentif bagi dunia usaha. Karena dalam situasi ekonomi berat, tak mungkin mengejar pengusaha," kata Misbakhun, sembari memastikan bahwa DPR tetap akan mendukung Pemerintah bila target diturunkan.
"Contoh saja Amerika Serikat. Saat krisis 2008, semua perusahaan mereka dibailout. Sampai beli mobil saja disubsidi. Tapi lihat sekarang AS sudah kembali, masih tetap negara termaju. Hanya dalam 6 tahun dia recover," kata Misbakhun.
Misbakhun mengingatkan bahwa target penerimaan negara terlalu tinggi juga akan berimbas kepada stigma negatif kepada Pemerintahan Jokowi, serta kepada para pejabat di Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
"Kasihan saya sama Pemerintah Pusat. Target penerimaan tak tercapai, indikator makro tak tercapai. Karena apa? Kita sudah tahu itu takkan tercapai, tapi kita bikin target tinggi-tinggi," kata Politikus Golkar itu.
"Mari kita bicara bersama, cari solusi bersama. Jangan sampai nanti anda semua disalahkan secara kinerja dan politik. Padahal masalahnya cuma karena target yang tidak masuk akal sejak awal."
Menurut Misbakhun, penurunan target penerimaan itu akan menjadi sinyal positif bagi pengusaha. Karena mereka sadar takkan jadi target utama Pemerintah lagi demi memenuhi target penerimaan.
"Kalau mau bukti penurunan, lihat saja industri rokok yang katanya inelastis dan tak mungkin turun. Kami sudah menerima laporan resmi mereka. Tahun ini, produksi dan penjualan menurun. Kalau cukainya dipaksakan, PHK akan luar biasa. Sampoerna sudah melakukan. Yang lain juga. Nanti buruh mereka bagaimana? Mending kita tahan dulu," ujarnya.
Seperti diketahui, Hingga 8 Oktober 2015, penerimaan Pajak Negara baru mencapai 51,94 persen, total 53,02 persen bila ditambah dengan penerimaan PPh Minyak dan Gas (Migas). Padahal target adalah Rp1.294,2 triliun.
Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengakui pihaknya memprediksi masih mampu merealisasikannnya hingga 91,3 persen, atau hanya defisit Rp112,5 triliun.
"Kami harapkan menjelang akhir tahu, tambahan penerimaan akan semakin besar," kata Sigit saat raker dengan Komisi XI DPR RI, Kamis 8 Oktober 2015.
Dirjen Bea Dan Cukai, Heru Pambudi, memastikan pihaknya memang menurunkan target Bea dan Cukai untuk RAPBN 2016, yakni Rp186,52 triliun, turun dibandingkan target APBN-P 2015 yang sebesar Rp 194,99 triliun.
"Kita tetapkan target yang cukup realistis dengan kondisi terkini," kata Heru.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Di RAPBN 2016, Pemerintah menargetkan penerimaan pajak Rp1318 triliun, naik 5,95 persen dari target 2015. Padahal yang 2015 saja diprediksi defisit besar karena tak tercapai.