Mengenal Perpajakan dalam Transaksi Jual Beli Properti
Kamis, 1 Oktober 2015 - 07:00 WIB
Sumber :
- http://www.urumah.com
VIVA.co.id
- Bisnis properti masih digandrungi hingga kini. Meski ekonomi Indonesia sedang melesu, berbisnis di bidang properti dianggap sebagian orang masih menjanjikan, lantaran harganya yang selalu naik tiap tahun.
Baca Juga :
Hindari Hal Ini Ketika Beli Rumah Pertama Kali
Baca Juga :
Metland Menteng Pasarkan Rumah Tipe Baru
Sektor properti pun menjadi salah satu fokus Presiden Joko Widodo yang dituangkan dalam paket kebijakan ekonomi “September 1” yang diumumkan beberapa waktu lalu.
Hal ini, karena sektor ini dinilai dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang ada di Tanah Air.
Saat bertransaksi properti, seseorang akan berhadapan dengan berbagai macam pajak yang harus dibayarkan. Pajak ini berkaitan dengan pembayaran yang harus dibayarkan kepada pemerintah dan penerbitan dokumen perizinan properti yang telah dibeli.
Berikut adalah uraian mengenai pajak-pajak yang perlu diketahui, saat melakukan transaksi jual-beli properti.
1. Pajak bumi bangunan (PBB)
Pajak ini merupakan pajak keberadaan yang melekat pada objeknya yang dipungut tiap tahun dan dikenakan kepada pemilik properti (wajib pajak).
Sejak 2014, pengelolaan pajak jenis ini dilakukan oleh pemerintah daerah, hal ini tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.
Tagihan PBB ini berbentuk surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) yang dilayangkan oleh aparat desa setempat. Pembayaran paling lambat dibayarkan enam bulan, setelah SPPT dikeluarkan ke sejumlah loket terdekat yang ada di tiap kota atau ke bank yang telah ditunjuk pemerintah.
Jika pembayaran tidak dilakukan melebihi enam bulan, akan dikenai denda sebesar dua persen tiap bulan, maksimal selama 24 bulan.
Cara penghitungan PBB:
PBB = 0,5 persen dari nilai jual kena pajak (NJKP).
NJKP = 20 persen dari nilai jual objek kena pajak (NJOPKP) untuk properti dengan NJOP di bawah Rp1 miliar dan 40 persen untuk NJOP di atas Rp1 miliar
NJOPKP = NJOP – NJPOKTP. Perlu dicatat, besarnya NJOPTK ini berbeda, tergantung kebijakan pemerintah di daerah masing-masing.
2. Pajak penghasilan bersifat final (PPh Final)
Pajak ini akan dikenakan kepada penjual, apabila penjual properti adalah perseorangan, atau sertifikat hak milik (SHM).
Pajak ini tidak akan dikenakan, apabila penjual merupakan perusahaan, atau sertifikat hak guna bangunan (SHGB) jika nilai transaksi di bawah Rp60 Juta. Besaran PPh final biasanya bernilai lima persen.
PPh final dibayarkan, ketika terjadi peralihan hak, atau penandatangan akta jual-beli di notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
Pembayaran dilakukan di bank yang telah ditunjuk dan dilaporkan pada kantor pajak setempat. Tidak berlaku pada orang, atau badan yang mengalihkan tanah, atau bangunan kepada pemerintah, serta mengalihkan hak tanah, atau bangunan karena warisan.
Cara menghitung pajak penghasilan final adalah sebagai berikut:
PPh final = nilai transaksi x 5 persen
3. Pajak pertambahan nilai (PPN)
PPN ini ditanggung oleh pembeli, dipungut oleh penjual yang merupakan pengusaha kena pajak (PKP), atau penghasilan dari penjualan properti melebihi biaya sebesar Rp600 juta per tahun.
PPN dipungut saat penerimaan uang muka (DP), atau saat ketika pelunasan. Pembayaran dilakukan, setelah transaksi selesai dan dilakukan setiap tanggal 15 tiap bulan.
Kemudian, wajib lapor pada Kantor Pajak Setempat paling lambat tiap tanggal 20 tiap bulannya.
Cara menghitung Terutang PPN adalah sebagai berikut :
Apabila harga jual TIDAK TERMASUK PPN
PPN = Harga Jual x 10 persen
Atau
Apabila harga jual TERMASUK PPN
PPN = (Harga jual : dasar pengenaan pajak*) x 10 persen
)* Dasar pengenaan pajak adalah faktor pembagi harga jual sebesar 1,1 atau 110 persen.
4. Bea peralihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
Pajak ini akan ditanggung oleh pembeli properti, pajak ini diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997, dan perlu dibayarkan ketika peralihan hak, atau penandatangan akta jual-beli di notaris/PPAT.
Pembayaran dilakukan di bank yang telah ditunjuk dan dilaporkan pada kantor pajak setempat.
Cara menghitung BPHTB seperti berikut:
BPHTB = (Nilai transaksi – Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak*) x 5 persen
* NPOPTKP di tiap daerah berbeda tergantung kebijakan pemerintahan setempat.
5. Pajak penjualan barang mewah (PPnBM)
Apartemen, town house, rumah, dan kondominium akan dikenakan PPnBM sesuai dengan PP No. 6 tahun 2003 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 145 tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah.
PPnBM ini akan dikenakan sebesar 20 persen terhadap properti yang bernilai di atas Rp10 miliar, hal ini disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.010/2015.
Pajak ini dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.
6. Bea balik nama (BBN)
Pajak ini dikenakan pada pihak pembeli properti saat proses balik nama sertifikat properti dari penjual ke pembeli. Jika membeli properti dari pihak developer, pajak ini diurus oleh pengembang dan pembeli hanya tinggal membayar jasa pembalikan nama saja.
Jika membeli ke perseorangan, pajak ini dibayar dan diurus sendiri, bisa juga meminta bantuan notaris. Umumnya besaran BBN sebesar dua persen dari nilai transaksi.
Rumahku.com
Cari informasi jual beli, rumah dijual, sewa apartemen dan iklan rumah dijual? Klik Rumahku.com! Kunjungi dan pasang iklan properti Anda sekarang juga. Gratis!
(asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Tagihan PBB ini berbentuk surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) yang dilayangkan oleh aparat desa setempat. Pembayaran paling lambat dibayarkan enam bulan, setelah SPPT dikeluarkan ke sejumlah loket terdekat yang ada di tiap kota atau ke bank yang telah ditunjuk pemerintah.