Tradisi Unik di Bali: Omed-omedan, Saling Berciuman
Senin, 28 September 2015 - 07:51 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id
- Masyarakat Bali memiliki tradisi unik usai melaksanakan perayaan Nyepi. Tradisi ini bernama Omed-omedan. Dalam bahasa daerah Bali , “omed” artinya tarik dan “omed-omedan” saling tarik-menarik.
Namun yang dimaksud dalam tradisi Omed-omedan ini adalah pria-wanita yang saling berangkulan, berpelukan dan berciuman. Jika di Denpasar melakukan ritual ciuman massal, namun masyarakat Mengwi Badung melaksanakannya dengan tarik tambang.
Setiap usai perayaam Nyepi jalan jurusan Denpasar-Sesetan ditutup sementara. Ribuan warga baik lokal maupun mancanegara berkumpul. Tepatnya di depan Balai Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar. Pasalnya tradisi khas masyarakat setempat yakni omed-omedan kembali digelar sebagai rangkaian perayaan nyepi.
Puluhan anggota Sekaa Teruna Satya Dharma Kerthi Banjar Kaja Sesetan terlibat acara Med-medan. Sebelum Med-medan dimulai, anggota sekaa teruna melakukan persembahyangan bersama di sebuah pura yang satu areal dengan balai Banjar Kaja. Sebelum acara digelar, jalan aspal di depan balai banjar itu dibasahi dengan air.
Acara diawali dengan pementasan tarian barong bangkal, juga di lokasi Med-medan digelar. Ketika acara Med-medan dimulai, puluhan anggota sekaa teruna mengenakan kaos dan bawahnya menggunakan kain, membagi diri dalam jumlah tertentu.
Anggota sekaa teruna (laki-laki) berada di kiri (utara jalan) dan anggota sekaa teruni (perempuan) berada di kanan (selatan). “Ritual ini hanya boleh diikuti bagi muda-mudi setempat yang masih lajang. Namun muda mudi tersebut tidak boleh memilih pasangan sendiri. Pasangan mereka sudah ditentukan oleh panitia,” ujar budayawan Bali, I.W. Suwarna.
Di depan penonton, seorang wanita peserta Omed Omedan yang mendapat giliran, dipanggul ramai-ramai dari salah satu sisi di tengah Jalan Raya Sesetan, Denpasar. Kemudian dari arah berlawanan, juga dipanggul seorang pria peserta, hingga keduanya bertemu dan saling berangkulan, berpelukan dan berciuman.
Saat mengetahui calon pasangannya bukan orang yang dikehendaki itulah kemudian si wanita ataupun pria, spontan teriak histeris dan mulai mempersiapkan kuda-kuda dengan membungkuk agar sulit dicium dan terhindar dari ciuman bibir. Untuk memisahkan pergulatan keduanya dalam tradisi yang unik itu, panitia kemudian menyiram dengan air menggunakan ember maupun semprotan.
Sembari gamelan tradisional Bali terus dimainkan, barisan pemuda dan pemudi itu diarak ke dalam arena Omed-omedan, hingga kemudian satu-persatu mendapat giliran mengikuti ritual tradisi tersebut. Kemeriahan itu semakin lengkap saat siraman air dari ember-ember dan selang juga diguyurkan kepada penonton dan peserta secara tidak beraturan oleh pecalang dan panitia pelaksana.
“Siapapun yang berada dalam arena itu bisa menjadi basah-kuyub oleh siraman air ini dan hal itulah yang juga menjadi daya tarik tersendiri pada ritual yang dilaksanakan dalam rangkaian Ngembak Geni ini,” tambahnya.
Latar belakang ritual tradisi tersebut, menurut Suwarna sebagai bagian dari bakti atau penyembahan kepada Ida Sang Hyan Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Tradisi omed omedan ini merupakan tradisi leluhur yang sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda.
Awalnya ritual ciuman massal itu dilakukan di Puri Oka yang merupakan sebuah kerajaan kecil pada zaman penjajahan Belanda. Ceritanya, pada suatu saat konon raja Puri Oka mengalami sakit keras. Sang raja sudah mencoba berobat ke berbagai tabib tapi tak kunjung sembuh.
Pada Hari Raya Nyepi, masyarakat Puri Oka menggelar permainan omed omedan yang asal katanya dari med-medan (tarik-tarikan). Saking antusiasnya, suasana jadi gaduh akibat acara saling tarik para truna truni. Raja yang saat itu sedang sakit pun marah besar. Dengan berjalan terhuyung-huyung raja keluar dan melihat warganya yang sedang tarik-tarikan sampai berpelukan.
Anehnya melihat adegan itu, tiba-tiba raja tak lagi merasakan sakitnya. Ajaibnya setelah itu raja kembali sehat seperti sediakala. Raja lalu mengeluarkan titah agar omed-omedan harus dilaksanakan usai hari raya Nyepi.
Namun pada zaman Belanda, omed-medan sempat dilarang. Kegiatan dilangsungkan secara sembunyi-sembunyi. Dulu, med-medan dilangsungkan pada hari raya Nyepi. Sejak tahun 1979 agar tidak mengganggu pelaksanaan catur brata penyepian, med-medan akhirnya dilaksanakan pada Ngembak Geni. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Anehnya melihat adegan itu, tiba-tiba raja tak lagi merasakan sakitnya. Ajaibnya setelah itu raja kembali sehat seperti sediakala. Raja lalu mengeluarkan titah agar omed-omedan harus dilaksanakan usai hari raya Nyepi.