Prabowo: Ekonomi Kerakyatan Bukan Sosialis
VIVAnews - Calon wakil presiden, Prabowo Subianto menjelaskan konsep ekonomi kerakyatan di depan masyarakat Tionghoa, termasuk beberapa LSM dan media massa berbahasa Mandarin di Restoran Nelayan, Ancol, Jakarta utara.
Menurut Prabowo, visi ekonomi yang diusungnya bertujuan mengoreksi sistem ekonomi yang saat ini berlaku. "Masalahnya koreksi ini menimbulkan banyak tanda tanya dan kontroversi, padahal penjelasannya sangat sederhana," kata dia Sabtu 13 Juni 2009.
Ekonomi kerakyatan, kata dia, menggarisbawahi bahwa sumber daya ekonomi bangsa harus dimanfaatnya demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. "Apakah ini berbau sosialis? Kalau kita mau jujur hampir semua sistem ekonomi di dunia saat ini adalah kompromi antara yang terbaik dari sistem sosialis dan kapitalis," jelas dia.
Ekonomi kerakyatan, tambah Prabowo, bukan berarti mengharamkan kapitalisme yang memungkinkan kebebasan inovasi, dinamika, dan mengakui kepemilikan individu. "Ini bagus untuk mendukung pembangunan, tapi kalau kita membiarkan dalam tahap sebebas-bebasnya, hal itu bisa mengakibatkan orang miskin dan lemah makin tertinggal jauh," tambah dia.
Prabowo lantas mengutip perkataan mantan Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy. "Kalau masyarakat tak bisa menyelamatkan dan membantu yang miskin, maka mereka kita juga tak bisa membantu yang kaya," kata dia. Dalam ekonomi kerakyatan, tambah dia, juga ditekankan menjadi kaya adalah kejayaan.
"Sistem kerakyatan mengambil jalan tengah, campuran, the third way. Tidak ada yang murni sosialis," kata dia. Prabowo mengatakan konsep ekonomi kerakyatan seperti dilakukan negara lain yakni Jepang, Korea, China, dan Singapura.
"Pemerintah membantu orang kaya maupun orang miskin," kata dia.
Negara-negara itu, lanjut Prabowo, menganjurkan warganya jadi kaya. Karena tujuan pembangunan suatu bangsa adalah agar kita menjadi kaya," kata Prabowo, kali ini mengutip kata-kata Begawan Ekonomi Indonesia, Sumitro Djojohadikusumo, yang kebetulan adalah ayahnya sendiri.
Sebelumnya, Ketua Forum Demokrasi Kebangsaan (Fordeka), Hartono mengatakan masyarakat Tionghoa memertanyakan dampak ekonomi kerakyatan bagi pengusaha. Selain itu dipertanyakan juga target pertumbuhan ekonomi dua digit yang dijanjikan pasangan Megawati-Prabowo.